Jumat 18 Oct 2019 06:06 WIB

Turki Tetap Jadi Mitra Terbesar Pengimpor Senjata Dari Jerman

Trump membantah telah memberi Turki lampu hijau untuk menyerang Suriah.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/dpa/XinHua
picture-alliance/dpa/XinHua

Dalam delapan bulan pertama tahun ini saja, Jerman telah mengirimkan persenjataan perang senilai sekitar 250 juta euro (Rp3,9 triliun) ke Turki. Meski belum genap mencapai satu tahun, angka ini saja sudah merupakan nilai ekspor senjata tahunan tertinggi sejak 2005.

Dengan demikian, mitra NATO ini bisa kembali menjadi pengimpor senjata dari Jerman nomor satu di akhir tahun, seperti yang terjadi pada 2018. Angka ekspor terbaru ini muncul sebagai respon Kementerian Ekonomi terhadap permintaan wakil pemimpin fraksi sayap kiri Sevim Dagdelen, yang kemudian diteruskan ke kantor berita Jerman, dpa.

Senjata yang dikirimkan berupa "barang khusus untuk sektor maritim." Kemungkinan besar, yang dikirim adalah material suku cadang untuk enam kapal selam Kelas 214, yang sedang dibangun di Turki di bawah kepemilikan signifikan perusahaan asal Jerman, Thyssenkrupp Marine Systems.

Pengiriman suku cadang ini sudah disetujui pada tahun 2009. Ekspor ini dijamin dengan apa yang disebut Penjaminan Hermes dengan nilai 2,49 miliar euro. Sementara itu, jaminan untuk ekspor senjata ke Turki tidak lagi diberikan.

Reaksi keras dari Ankara

Pada hari Sabtu (12/10), Menteri Luar Negeri Federal Jerman Heiko Maas mengumumkan bahwa Jerman akan berhenti memberi otorisasi pasokan senjata kepada mitra NATO karena invasi militer Turki di Suriah utara - tetapi ini hanya berlaku untuk persenjataan yang dapat digunakan dalam konflik. Namun ekspor senjata jenis lainnya akan terus diizinkan.

Keputusan ini menimbulkan kecaman keras dari Ankara. Dalam sebuah wawancara, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan kepada Maas: "Anda tidak mengerti politik, Anda baru dalam dunia politik." Pada saat yang sama Erdogan menganggap pembatasan ekspor senjata Jerman tidak berarti.

Memang butuh waktu lama bagi peraturan baru dari Berlin untuk benar-benar berdampak kepada Turki. Tahun ini saja sampai dengan tanggal 9 Oktober pemerintah federal telah memberi lampu hijau untuk pengiriman persenjataan senilai 28,5 juta euro. Ini sudah lebih dari dua kali lipat dari nilai ekspor senjata secara keseluruhan pada 2018 senilai 2,9 juta euro. Bisnis yang telah disepakati ini tidak akan terpengaruh oleh rencana penghentian pengiriman.

Invasi Turki ke Suriah dan teguran Trump

Sementara itu terkait invasi militer Turki ke Suriah, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan pada hari Rabu (16/10) bahwa ini bukanlah masalah AS. Trump membantah telah memberi Turki "lampu hijau" untuk menyerang Suriah.

"Mereka punya masalah di perbatasan; itu bukan perbatasan kita," ujar Trump.

Pekan lalu, Trump mengumumkan penarikan militer Amerika dari timur laut Suriah, yang secara efektif meninggalkan sekutu Kurdi yang terbukti berperan penting dalam dalam melawan teroris ISIS.

Langkah Trump ini membuka pintu bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk melancarkan serangan terhadap Kurdi Suriah. Meskipun demikian, Trump pada hari Jumat membantah telah menyetujui serangan tersebut dengan cara apa pun.

"Saya tidak memberikan lampu hijau. Justru kebalikan dari lampu hijau," ujar Trump, sebelum mengakui bahwa "Keputusan Erdogan tidak mengejutkan saya, karena dia sudah lama ingin melakukan itu."

Dalam sebuah surat kepada Erdogan tertanggal 9 Oktober, Trump mengatakan kepada pemimpin Turki itu supaya "jangan keras kepala" dan "jangan bodoh." Ia mengatakan bahwa AS dan Turki dapat "bekerja dengan baik" yang menghindari bertambah parahnya situasi konflik di Suriah.

ae/vlz (afp, dpa, ap, reuters)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement