REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Amerika Serikat (AS) dan Turki sepakat menggelar gencatan senjata di utara Suriah selama lima hari. Gencatan senjata itu memungkinkan pasukan Kurdi mundur dari zona keamanan sekitar 20 mil dari perbatasan Turki.
Hal ini memperkuat posisi Turki dan menghentikan sementara pertempuran yang berlangsung selama satu pekan. Syarat lainnya, AS menunda sanksi ekonomi terhadap Turki.
Usai bernegosiasi dengan Presiden Turki Recep Tayyep Erdogan, Wakil Presiden AS Mike Pence memuji gencatan senjata yang akan berlangsung selama lima hari. Tapi ia masih bungkam tentang apakah AS tetap meninggalkan Kurdi, sekutu mereka dalam melawan ISIS di Suriah.
Satu pekan yang lalu pasukan Turki melancarkan serangan terhadap pasukan Kurdi di utara Suriah. Serangan ini dilakukan sesaat setelah Presiden AS Donald Trump menarik pasukan AS dari wilyah itu. Keputusan Trump itu dikritik karena artinya AS telah meninggalkan Kurdi.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan AS menerima ide 'zona aman' yang didorong Turki. Ia juga bersikeras pasukan Turki yang akan mengendalikan zona tersebut. Cavusoglu mengatakan Turki akan mengendalikan perbatasan Suriah sampai ke perbatasan Irak.
"Kami akan melakukan apa pun yang dapat kami lakukan untuk menyukseskan kesepakatan gencatan senjata," kata komandan pasukan yang dipimpin Kurdi, Mazloum Abdi di stasiun televisi milik Kurdi, Jumat (18/10).
Tapi pejabat Kurdi lainnya, Razan Hiddo, mengatakan rakyat Kurdi menolak hidup dalam penjajahan Turki. Trump tidak keberatan dengan kesepakatan itu. Ia memujinya sebagai 'hari baik untuk peradaban'.
"Semua orang menyepakati hal yang tiga hari yang lalu tidak akan mereka sepakati, termasuk Kurid, sekarang Kurdi cenderung melakukan apa yang harus dilakukan, Turki cenderung melakukan apa yang harus dilakukan," kata Trump.
Trump tampaknya setuju dengan Turki yang ingin membersihkan perbatasan Suriah dari pasukan Kurdi yang menurut Ankara adalah kelompok teroris. Tapi mereka berperang melawan ISIS atas nama AS.
"Mereka harus membersihkannya," kata Trump.