REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ketua House of Representatives Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi dan anggota senior Kongres mengadakan pembicaraan dengan Raja Abdullah II dan pejabat tinggi Yordania di Yordania pada Sabtu (20/10). Pertemuan tersebut membahas tentang kondisi Suriah yang mendapatkan serangan Turki.
"Saat yang kritis untuk keamanan dan stabilitas kawasan. Dengan krisis yang semakin dalam di Suriah setelah serangan Turki, delegasi kami telah terlibat dalam diskusi penting tentang dampak stabilitas regional, peningkatan aliran pengungsi, dan pembukaan berbahaya yang telah disediakan untuk ISIS, Iran dan Rusia," ujar Pelosi dalam sebuah pernyataan.
Delegasi AS yang bertemu Raja Yordania itu termasuk Ketua Komite Urusan Luar Negeri Eliot Engel, Ketua Komite Keamanan Negara Bennie Thompson, Ketua Komite Intelijen Adam Schiff dan Perwakilan Republikan di Komite Layanan Bersenjata Mac Thornberry.
Dalam kesempatan tersebut, mereka pun bertemu Putra Mahkota Pangeran Al Hussein bin Abdullah II, Pangeran Feisal bin Al Hussein, Menteri Luar Negeri Ayman Safadi dan pejabat senior Yordania lainnya. "Kami menyatakan penghargaan berkelanjutan kami untuk kemitraan strategis antara AS dan Yordania dan terlibat dalam dialog konstruktif tentang stabilitas regional, anti-terorisme, kerja sama keamanan, perdamaian Timur Tengah, pembangunan ekonomi, dan tantangan bersama lainnya," kata Pelosi.
Pembicaraan yang dijadwalkan di Yordania ini muncul ketika Turki dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi mengklaim pihak lain melanggar ketentuan gencatan senjata 120 jam yang ditengahi oleh AS dan Turki pada Kamis. Pasukan pimpinan Kurdi mengatakan akan mematuhi gencatan senjata. Hanya saja, mereka belum berkomitmen melakukan penarikan. Sedangkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan pada Jumat, Turki akan meluncurkan serangan pada Selasa ketika kesepakatan habis jika pejuang Kurdi tidak menarik diri dari zona 30 kilometer.
Sebelum itu, Pelosi dan Senat Demokrat Chuck Schumer menyebut perjanjian antara AS dan Turki tentang penangguhan serangan Ankara di Suriah timur laut sebagai palsu. Perjanjian itu dinilai secara serius merusak kredibilitas kebijakan luar negeri AS dan mengirimkan pesan berbahaya kepada sekutu dan musuh, karena kata-kata tidak dapat dipercaya.
"Presiden Erdogan tidak memberikan apa-apa, dan Presiden Trump telah memberinya segalanya," kata Pelosi dan Schumer dalam sebuah pernyataan. Kongres tersebut pun menyatakan, mengatakan House of Representatives akan memberikan suara pada paket sanksi bipartisan terhadap Turki dalam beberapa hari mendatang.