REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Tayyip Erdogan menegaskan tidak akan pernah membiarkan perusahaan rokok elektrik (vape) memproduksi produk mereka di Turki dan mendesak orang Turki minum teh.
Erdogan mengatakan, dia telah memerintahkan Menteri Perdagangan agar tidak pernah mengizinkan rokok tersebut di Turki. Ia juga menilai perusahaan tembakau menjadi kaya dengan meracuni orang.
"Mereka meminta kami tempat dan izin untuk memproduksi ini (rokok elektronik). Kami tidak memberikannya kepada kami dan kami tidak akan melakukannya," katanya dikutip dari Channelnewsasia.com, Senin (21/10).
Ia tidak mengatakan perusahaan mana yang ia maksud. "Mereka ingin berinvestasi di Turki. Lalu, saya bilang pergi dan lakukan investasi Anda di tempat lain," kata dia.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia pada 2016, sekitar 27 persen persen dari total populasi Turki berusia di atas 15 merokok. Angka itu turun sekitar 31 persen pada 2010 dengan laki-laki merupakan mayoritas perokok.
Membeli atau mendistribusikan e-rokok adalah hal yang ilegal. Meskipun demikian, banyak orang membeli e-rokok melalui distributor online, yang juga menyediakan cairan untuk dimasukkan ke dalam mesin.
Erdogan, seorang Muslim yang dikenal karena tidak suka alkohol dan rokok. Pada 2013, pemerintahnya melarang semua iklan, promosi, dan sponsor alkohol dan produk tembakau di Turki.
"Mari kita letakkan rokok dan minum teh Rize kita," kata Erdogan pada hari Minggu, merujuk pada teh dari kota asalnya di wilayah Laut Hitam. "Saya tidak membuat banyak saran, tetapi sebagai seorang presiden, saya mengatakan kepada orang-orang yang saya cintai bahwa ini adalah haram (dilarang dalam Islam)."
Vaping, yang secara luas dipandang sebagai alternatif yang lebih aman daripada merokok, sebagian besar tidak diatur. Namun, beberapa negara termasuk Australia, Brasil, India, dan Jepang baru-baru ini melarang atau membatasi aspek-aspek pasar rokok elektronik. Sementara Amerika Serikat telah mengumumkan rencana untuk menghilangkan rokok elektrik rasa dari toko-toko.