REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir pekan ini akan mendesak Ethiopia agar menyetujui mediator eksternal untuk membantu menyelesaikan persengketaan rumit soal bendungan tenaga air raksasa, yang sedang dibangun di Nil Biru, Ethiopia.
Mesir menganggap bendungan Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD) sebagai risiko yang ada di depan mata. Mesir mengkhawatirkan bahwa bendungan itu bakal mengancam pasokan air dan pembangkit listrik di bendungannya sendiri di Aswan.
Pemerintah di Kairo mengatakan sudah berusaha keras untuk mencapai kesepakatan tentang persyaratan pengoperasian GERD dan pemenuhan waduk. Hal itu setelah beberapa tahun pembicaraan segitiga bersama Ethiopia dan Sudan. Ethiopia membantah bahwa pembicaraan tiga arah itu terhenti, justru menuding Mesir mencoba menghindari proses tersebut.
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi diperkirakan bakal melontarkan permintaan mediator saat bertemu dengan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed selama KTT Rusia-Afrika di Rusia pekan ini.
"Kami berharap pertemuan ini mampu membuahkan kesepakatan soal keterlibatan pihak keempat," kata pejabat Kementerian Luar Negeri Mesir saat konferensi pers. "Kami berharap dapat memperoleh suatu formula dalam beberapa pekan mendatang."
Pejabat Mesir mengatakan mereka menyarankan Bank Dunia sebagai mediator pihak keempat, namun juga terbuka bagi negara yang berpengalaman secara teknis dalam menangani isu perairan seperti Amerika Serikat atau Uni Eropa. Usulan Mesir baru-baru ini soal proses pengisian waduk fleksibel dan jaminan aliran tahunan 40 miliar kubik meter ditolak oleh Ethiopia.
Putaran terakhir pembicaraan di Kairo dan Khartoum selama dua bulan belakangan berakhir sengit. "Gesekan ini semakin lebar," kata pejabat Kementerian Luar Negeri Mesir.
Mesir mengalirkan hampir seluruh pasokan air bersih dari Sungai Nil. Negara itu menghadapi krisis kelangkaan air atas populasinya yang berjumlah hampir 100 juta dan sedang berupaya mengurangi jatah air yang digunakan untuk pertanian.