REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erodgan mengatakan negaranya siap melanjutkan operasi militer di Suriah. Menurutnya, saat ini ratusan pasukan Unit Perlindingan Rakyat Kurdi (YPG) masih bertahan di perbatasan Turki-Suriah.
Erdogan mengatakan setelah mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat (AS) pekan lalu, pasukan Kurdi telah mundur dari zona perbatasan Turki-Suriah. "Kita berbicara tentang 700 hingga 800 (pasukan YPG) yang telah menarik diri dan sisanya, sekitar 1.200-1.300 sedang melanjutkan penarikan," kata dia saat hendak bertolak ke Sochi, Rusia, Selasa (22/10).
Erdogan menegaskan semua pasukan YPG harus hengkang dari zona aman sejauh 32 kilometer dari perbatasan Turki-Suriah. "Proses tidak akan berakhir sebelum mereka pergi," ujarnya.
Jika kesepakatan yang telah dicapai dengan AS tak dilaksanakan, Turki, kata Erdogan, akan melanjutkan operasi militernya. "Kali ini dengan tekad yang lebih besar," kata dia.
Ia mengatakan Turki dapat menerima keberadaan pasukan Suriah di sekitar perbatasannya. Hal itu dapat diterima selama pasukan YPG hengkang dari sana.
"Harapan saya adalah Allah bersedia kita mencapai kesepakatan yang kita kehendaki," ucap Erdogan.
Kesepakatan gencatan senjata memang tercapai setelah Turki menjalin pembicaraan dengan AS pada Kamis pekan lalu. Kedua negara sepakat memberi waktu 120 jam bagi pasukan Kurdi, termasuk Pasukan Demokratik Suriah (SDF) untuk mengosongkan zona aman sejauh 32 kilometer di wilayah perbatasan Turki-Suriah.
SDF yang menjadi target operasi militer Turki merupakan sekutu utama AS dalam memerangi ISIS di Suriah. Washington memberikan pelatihan dan memasok persenjataan kepada para personel SDF.
Turki memandang SDF, yang memang dipimpin Kurdi, terafiliasi dengan YPG. Ankara telah melabeli YPG sebagai kelompok teroris karena melancarkan pemberontakan terhadapnya.
Sementara itu, Presiden Suriah Bashar al-Assad mengecam operasi militer Turki di Suriah. "Erdogan adalah pencuri dan sekarang merampas tanah kami," ujar Assad.
Menurut kelompok Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), sejak memulai operasi militernya di Suriah pada 9 Oktober lalu, sebanyak 300 ribu orang telah mengungsi. Operasi Ankara pun diklaim telah menewaskan 120 warga sipil.