Selasa 22 Oct 2019 14:55 WIB

Keluarga Kurdi Mengungsi ke Perbatasan Irak Hindari Perang

Ras al-Ain adalah salah satu kawasan yang jadi sasaran serangan udara Turki.

Pasukan Turki memasuki wilayah Manbij, Suriah, Ahad (14/10). Manbij merupakan wilayah Kurdi yang ditinggalkan oleh Pasukan AS.
Foto: Ugur Can/DHA via AP
Pasukan Turki memasuki wilayah Manbij, Suriah, Ahad (14/10). Manbij merupakan wilayah Kurdi yang ditinggalkan oleh Pasukan AS.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMALKA -- Suleiman Mohamed, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh harian, dan keluarganya sudah 10 hari mencari tempat perlindungan terdekat setelah meninggalkan rumahnya yang terkena serangan pasukan Turki di bagian utara Suriah. Mereka sekarang ingin mencari tempat perlindungan di Irak, yang bertetangga dengan Suriah.

Keluarga Mohamed berada di antara sedikitnya 160 ribu orang Kurdi Suriah yang dikatakan PBB meninggalkan rumah mereka untuk berlindung dari operasi militer Turki di bagian timur laut Suriah. Kampung halamannya di Ras al-Ain adalah salah satu kawasan yang jadi sasaran serangan udara Turki.

Baca Juga

Operasi Turki itu berlangsung beberapa saat setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan penarikan pasukannya dari kawasan itu. Penarikan tersebut memberikan lebih banyak ruang bagi Turki untuk mengejar musuh-musuhnya dari milisi Kurdi Suriah tanpa menghadapi risiko terlibat kontak senjata langsung dengan pasukan AS.

Mohamed sudah pergi dari satu kota ke kota lain di wilayah bagian timur laut itu, tidur di sekolah-sekolah yang juga menjadi tempat berlindung bagi orang-orang lain yang senasib dengannya. Di satu titik, dia berusaha menyewa sebuah rumah sebelum menyerah dan bergerak ke perbatasan dengan Irak.

Sekitar 5.000 orang telah melintasi perbatasan itu dalam sepekan belakangan, kata kelompok-kelompok bantuan pada Senin. Banyak dari mereka menggunakan jasa penyelundup dengan membayar hingga 1.500 dolar AS (sekitar Rp 21 juta) per keluarga. Sejumlah orang yang terpaksa berkemah di sisi perbatasan wilayah Irak kepada Reuters pekan lalu.

Tapi, mereka yang tak memiliki uang tunai seperti Mohamed tak bisa berbuat apa-apa. Mereka duduk-duduk bersama orang-orang lain yang mengungsi di jalan dekat tempat pemeriksaan perbatasan Semalka. Pasukan Kurdi yang menguasai kawasan itu hanya mengizinkan mereka yang luka-luka melintas, tidak seperti para keluarga pada umumnya.

"Rumah kami tak ada lagi. Kami berusaha tinggal di sekolah-sekolah di Tel Tamir, tetapi tak ada lagi tempat, sementara ongkos sewa apartemen di Qamishili sebesar 50 ribu dinar Irak (42 dolar sebulan) yang saya tak miliki," kata pria berusia 40 tahun itu sambil berdiri dekat istri dan dua anaknya.

"Para penyelundup meminta 500 dolar yang saya tak bisa bayar. Saya siap pergi kemana saja, Eropa, luar negeri. Kami tak punya tempat lagi di sini," ujar dia.

Suku Kurdi Suriah di sisi Irak telah mengatakan milisi Kurdi YPG, komponen utama dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF), mempersulit jalan keluar. Kelompok itu masih menguasai sebagian besar kawasan di timur laut yang sudah dikuasainya selama bertahun-tahun.

Kepala Departemen Imigrasi dan Paspor Kurdi setempat Kamran Hassan mengatakan pihak berwenang membuka perlintasan tapal batas bagi pengiriman bantuan kemanusiaan, perdagangan, diplomat dan wartawan, tetapi ketika serangan Turki dimulai mereka menghentikan perjalanan pribadi untuk mengunjungi sanak saudara di sisi lain perbatasan tersebut. "Kami mengambil langkah itu menghindari krisis di antara mereka yang melakukan perjalanan, menghindari perlintasan terlalu sibuk," ujarnya.

Ia menambahkan, perbatasan itu akan dibuka kembali bagi para keluarga pada waktunya. Fuad, pria yang berusia 39 tahun, mengatakan ia melakukan perjalanan bersama istri dan dua putranya.

"Apa yang mesti dilakukan? Kami ingin keluar tetapi kemana kami harus pergi? Kami tak punya solusi kemana kami harus pergi? Kami tak punya apa-apa lagi," katanya bertanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement