REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dalam kesaksiannya di hadapan House of Congress, diplomat Amerika Serikat (AS) William Taylor mengatakan Presiden Donald Trump menahan bantuan militer ke Ukraina, kecuali negara itu setuju menyelidiki keluarga kandidat calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden. Kesaksian ini menjadi keterangan baru dalam penyelidikan pemakzulan terhadap Trump.
Dalam pidatonya pembukaannya yang panjang, Rabu (23/10) Taylor menjelaskan Trump berjanji akan memberikan 'semua' yang diinginkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, termasuk bantuan penting untuk menghadapi Rusia dengan syarat Ukraina harus berjanji ke publik menyelidiki Demokrat. Selain itu, menyelidiki perusahaan yang memiliki hubungan dengan Hunter Biden, putra Joe Biden.
Taylor bersaksi, apa yang ia temukan di Kiev adalah saluran diplomatik tidak biasa yang dipimpin pengacara pribadi presiden, Rudy Giuliani. Ia menemukan 'situasi yang amat mengkhawatirkan' yang dapat mengikis hubungan AS dengan sekutu mereka di Eropa Timur dalam menghadapi agresi Rusia.
William Taylor adalah pelaksana tugas duta besar AS untuk Ukraina sementara atau biasa disebut Chargés d'affaires ad interim. Ia semakin khawatir ketika ia sadar Trump mencoba menempatkan presiden Ukraina yang baru terpilih ke 'kotak publik'.
"Saya merasa ada sesuatu yang ganjil," kata Taylor dalam kesaksiannya.
Ia menjelaskan, tiga orang pejabat Trump merencanakan sambungan telepon dengan Zelenskiy. Salah satunya Duta Besar Gordon Sondland yang ingin memastikan tidak ada yang mentranskrip atau mengawasi pembicaraan tersebut.
Anggota Parlemen AS terkejut mendengar kesaksian Taylor. Beberapa anggota Parlemen dari Partai Demokrat mengatakan kesaksian itu 'garis langsung' bukti adanya permintaan timbal balik atau quid pro quo yang menjadi pusat penyelidikan pemakzulan.
"Ini mengejutkan, sangat jelas hal itu dibutuhkan, bila Anda ingin bantuan, Anda harus membuat pernyataan ke publik," kata kata anggota House dari Partai Demokrat Karen Bass.
Anggota House dari Partai Demokrat lainnya, Dina Titus, mengatakan kesaksian itu membuktikan adanya permintaan timbal balik. "Kesaksian ini memperjelas apa yang tengah terjadi, dan ini adalah quid pro quo," kata Titus.