REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran memperburuk situasi hak asasi manusia yang sudah buruk di negara itu. PBB menyatakan, warga Iran menghadapi pengangguran dan kekurangan obat-obatan membuat masalah ekonomi semakin terpuruk, Rabu (23/10).
Saat berbicara kepada komite PBB di New York, pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Iran Javaid Rehman mengatakan, sanksi AS menimbulkan kekacauan pada kehidupan rakyat Iran. "Selama setahun terakhir, sejumlah faktor yang menekan telah berdampak negatif terhadap situasi hak asasi manusia secara keseluruhan di Republik Islam Iran," kata Rehman, dikutip dari Anadolu Agency, Kamis (24/10).
Rehman menyatakan, situasi ekonomi di Iran terus menurun, diperburuk lagi oleh dampak sanksi. Kondisi ini membawa dampak serius bagi realisasi hak-hak ekonomi dan sosial.
Menurut sarjana hukum Inggris-Pakistan ini, penerapan kembali sanksi Washington terhadap Iran November lalu telah mencekik ekonomi Iran. Sanksi itu membuat sulit bagi Iran untuk mengakses pasokan medis yang sangat dibutuhkan dan memperburuk tingkat pengangguran yang sudah tinggi.
Rehman juga menyoroti tingginya jumlah eksekusi di Iran, termasuk anak-anak. Terjadi pula serta penganiayaan yang meluas terhadap warga Arab Ahwaz, Turki Azerbaijan, Kurdi dan kelompok agama dan etnis minoritas lainnya.
Presiden AS Donald Trump menarik Washington dari kesepakatan multinasional nuklir tahun 2015 dengan Iran. AS menerapkan kembali sanksi penuh terhadap Teheran tahun lalu dalam kampanye "tekanan maksimum" untuk mengubah perilaku elit penguasa.
Perwakilan khusus administrasi Trump untuk Iran Brian Hook mengatakan, makanan dan impor medis dibebaskan dari sanksi. Rehman menyatakan, kurangnya akses ke pasar global, bagaimanapun, telah menyebabkan kekurangan beberapa pasokan medis. Presiden Iran Hassan Rouhani dan pejabat lainnya pun telah mengeluh tentang dampak kemanusiaan dari sanksi terhadap rakyat Iran.