REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump memerintahkan sanksi pada dua kementerian Turki dan tiga menteri Turki dicabut, Rabu (23/10) waktu setempat. Hal ini dia lakukan terkait janji Turki menghentikan operasinya di timur laut Suriah.
Trump mengatakan mendapat informasi dari pemerintah Turki pada Rabu pagi mereka akan menghentikan pertempuran dan langkah ofensif di Suriah. Trump mengatakan gencatan senjata di Suriah utara telah bersifat permanen.
"Namun, Anda akan mendefinisikan kata 'permanen' di bagian dunia itu sebagai sesuatu yang dipertanyakan," kata Trump di Ruang Penerimaan Diplomatik Gedung Putih, dilansir di Anadolu Agency, Kamis (24/10).
Trump menilai gencatan senjata yang dinegosiasikan Wakil Presiden AS Mike Pence dengan para pejabat Turki adalah terobosan besar. Dia pun telah memerintahkan Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin agar mencabut sanksi yang dijatuhkan pada Turki.
“Banyak nyawa kini diselamatkan sebagai hasil dari negosiasi kami dengan Turki, hasil yang dicapai tanpa menumpahkan satu tetes darah warga Amerika; tidak ada luka, tidak ada yang ditembak, tidak ada yang terbunuh,” kata Trump saat berbicara di Gedung Putih, Rabu (23/10).
Trump mengaku mengenal baik Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Menurutnya, Erdogan orang yang sangat baik sangat mencintai negaranya. "Kami mungkin akan bertemu dalam waktu dekat," katanya.
Kedua pemimpin tersebut diperkirakan akan bertemu di Washington pada 13 November. Trump lebih lanjut mengonfirmasi sejumlah pasukan AS akan tetap berada di Suriah terkait minyak. Namun, dia tidak merinci di mana pasukan akan ditempatkan, atau berapa banyak jumlah pasukannya.
"Kami akan melindungi (minyak)," kata Trump.
Sebelumnya, pada 14 Oktober Trump menjatuhkan sanksi pada dua kementerian Turki, yakni Kementerian Pertahanan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam. Tak hanya institusi, AS juga memberi sanksi pada Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar, Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu dan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Fatih Donmez. Sanksi tersebut dikenakan terkait langkah Turki di Suriah utara.
Pada 9 Oktober lalu, Turki meluncurkan Operasi Musim Semi Perdamaian untuk melenyapkan kelompok teror dari Suriah utara di sebelah timur Sungai Efrat. Operasi militer itu untuk mengamankan perbatasan Turki, membantu pengembalian pengungsi Suriah yang aman dan memastikan integritas teritorial Suriah. Ankara kemudian mencapai kesepakatan dengan Washington pada 17 Oktober untuk menghentikan operasinya supaya memungkinkan milisi Kurdi menarik diri dari zona aman yang direncanakan.
Pasukan Syrian Democratic Forces (SDF) yang dipimpin Kurdi adalah salah satu kelompok yang diincar Turki dalam operasi militernya. SDF merupakan sekutu utama AS dalam memerangi milisi ISIS di Suriah.
Pada Kamis pekan lalu, AS dan Turki mencapai kesepakatan gencatan senjata. Kedua belah pihak sepakat memberi waktu lima hari bagi SDF dan pasukan Unit Perlindungan Rakyat Kurdistan (YPG) untuk hengkang sejauh 32 kilometer dari perbatasan Turki ke wilayah Suriah.
Sebab Turki hendak membangun zona aman di wilayah tersebut, yakni tempat untuk memukimkan kembali 6 juta pengungsi Suriah yang berada di negaranya. SDF dan YPG pun mundur dari perbatasan Turki.
Pada Selasa lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo memberitahu Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu seluruh pasukan Kurdi telah mundur dari wilayah perbatasan negaranya. Pejabat militer AS juga telah menginformasikan hal itu pada militer Turki.
Merespons hal tersebut, Turki mengatakan tak akan melanjutkan operasi militernya di Suriah. Menurutnya hal itu tidak atau belum diperlukan karena pasukan Kurdi telah hengkang dari wilayah perbatasannya. "Pada tahap ini tidak perlu melakukan operasi baru," kata Kementerian Pertahanan Turki dalam sebuah pernyataan pada Rabu (23/10), dikutip laman Al Araby.
Turki memandang SDF sebagai kelompok yang terafiliasi YPG. Ankara memandang YPG sebagai perpanjangan Partai Pekerja Kurdistan (PKK). PKK adalah kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. Turki telah melabeli YPG dan PKK sebagai kelompok teroris.