Jumat 25 Oct 2019 05:55 WIB

Gantz Terima Mandat Bentuk Pemerintahan Baru Israel

Gantz menolak keras partai Yahudi ultraortodoks masuk ke pemerintahannya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Pemimpin aliansi politik Blue and White Benny Gantz di hadapan pendukungnya setelah pemilu berakhir di Tel Aviv, Israel, Rabu (10/4).
Foto: AP Photo/Sebastian Scheiner
Pemimpin aliansi politik Blue and White Benny Gantz di hadapan pendukungnya setelah pemilu berakhir di Tel Aviv, Israel, Rabu (10/4).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Mantan perwira militer Israel Benny Gantz resmi menerima mandat membentuk pemerintahan yang baru. Tapi tidak ada jalan yang mudah untuk mengakhiri kekuasaan perdana menteri Benjamin Netanyahu.

Setelah pemilihan umum April dan September, akhirnya ada calon yang menggantikan Netanyahu sejak 2008. Gantz menerima permintaan Presiden Reuven Rivlin untuk membangun koalisi pemerintah.

Baca Juga

Gantz yang memimpin Partai Blue and White memiliki waktu 28 hari untuk menyelesaikan tugasnya itu. Jika ia gagal, maka Israel akan menggelar pemilihan umum yang ketiga.

"Semua orang mengharapkan kami mengakhiri kekacauan politik," kata Gantz saat menerima mandat, Kamis (24/10). 

Rivlin memberikan kesempatan kepada Netanyahu untuk membangun pemerintahan. Tapi pejawat yang memimpin Partai Likud itu menyerah dan membuka jalan bagi Gantz, lawan politiknya yang lebih kuat.

Kekuatan politik Netanyahu yang sudah 10 tahun memimpin Israel terbukti semakin melemah. Terutama karena ia tidak mengganti sekutu politiknya secara signifikan.

Sejauh ini, Gantz yang berusia 60 tahun menolak ajakan Netanyahu menggabungkan Blue and White ke Likud demi embentuk pemerintahan 'persatuan nasional'. Gantz mengatakan ia tidak akan bergabung dengan pemerintah yang dituduh melakukan gratifikasi.

Netanyahu menghadapi tuduhan tiga kasus gratifikasi. Pejawat berusia 70 tahun itu menolak semua tuduhan.

photo
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyapa pendukungnya di markas Partai Likud usai pemilu di Tel Aviv, Israel, Rabu (18/9).

Gantz memimpin militer Israel dari 2011 sampai 2015. Ia hanya didukung oleh 54 anggota parlemen. Sokongan itu lebih kecil dibandingkan mayoritas parlemen yang ia dan Netanyahu gagal menangkan pada April lalu.

Gantz juga menolak keras partai-partai Yahudi ultraortodoks masuk ke pemerintahannya. Kelompok ultraortodoks itu sekutu lama Netanyahu. Dalam pidatonya Gantz berbicara tentang 'rekonsiliasi nasional', tapi ia juga menggambarkan masa depan pemerintahannya akan mengecualikan kelompok ultraortodoks.

"Saya berjanji membangun pemerintahan persatuan liberal, dan itu, yang saya niat lakukan," katanya.

Ia berjanji akan bergerak cepat untuk mengejar agenda sekuler, seperti membuka bisnis selama hari Sabat. Negosiator dari Blue and White dan Likud direncanakan akan bertemu kembali. Dalam pernyataannya, Likud kembali menyerukan koalisi pemerintahan yang besar demi memasukkan kelompok ultraortodoks.

Netanyahu tetap menjadi pelaksana tugas perdana menteri sampai pemerintahan baru terbentuk. Ia telah menjadi perdana menteri sejak 2009, setelah masa jabatan pertamanya pada 1996 sampai 1999. Netanyahu pemimpin Israel dengan masa jabatan paling lama.

Gantz menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang dapat menjembatani banyak kelompok dan menghadapi ancaman keamanan di Israel. Gaya kampanyenya yang lebih tenang sangat berbeda dari Netanyahu yang kerap menggulirkan isu-isu mengancam, seperti nuklir Iran dan ambisi mencaplok Tepi Barat.

Gantz juga menjadi alternatif pemimpin yang dapat dipercaya. Sementara Netanyahu tengah menghadapi berbagai skandal. Jaksa Agung Israel diperkirakan akan mengumumkan keputusan mereka dalam mendakwa Netanyahu dalam kasus gratifikasi pada akhir tahun ini.

sumber : Reuters/AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement