REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Presiden Lebanon Michel Aoun tengah mempelajari surat pengunduran diri Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri. Menurut sumber kepresidenan, presiden tidak akan mengeluarkan permintaan bagi kabinet untuk menggantikan sementara PM.
Hariri dilaporkan telah mengajukan pengunduran dirinya pada Selasa. Dia menyatakan, bahwa ia telah menemukan jalan buntu dalam mencoba menyelesaikan krisis negara di tengah gelombang protes yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap elite penguasa Lebanon.
Aksi demonstrasi di Lebanon telah berlangsung sejak 17 Oktober lalu. Puluhan ribu orang turun ke jalan dan memprotes kenaikan pajak, termasuk rencana pengenaan biaya pada panggilan telepon melalui aplikasi WhatsApp.
Namun, dalam aksinya, massa turut menyuarakan kritik atas buruknya kondisi perekonomian dan layanan publik di negara tersebut. Mereka juga menyoroti masifnya praktik korupsi di pemerintahan yang menyebabkan kondisi kehidupan masyarakat di sana makin memburuk.
Aksi demonstrasi telah menyebabkan empat menteri dari partai Lebanese Forces Party (LBF) mengundurkan diri dari jabatannya. Ketua LBF Samir Geagea yang tergabung dalam jajaran kabinet pemerintahan Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri turut menanggalkan jabatannya.
Geagea berpendapat kondisi seperti sekarang belum pernah dihadapi Lebanon sebelumnya. Di sisi lain, pemerintahan Hariri pun belum menunjukkan upaya serius untuk mengatasi krisis.
Menurut data Kementerian Keuangan negara tersebut, Lebanon memiliki utang sebesar 86 miliar dolar AS. Jumlah itu lebih dari 150 persen produk domestik bruto Lebanon. Demonstrasi yang terus berlanjut berpotensi menjerumuskan Lebanon lebih jauh ke dalam krisis politik dan berdampak pula pada perekonomiannya.