REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Lintar Satria
Abu Bakar al-Baghdadi mendeklarasikan kekhalifahannya di masjid bersejarah di Mosul al-Nuri tahun 2014 lalu. Warga Mosul tidak tahu seberapa jauh kota mereka akan hancur.
"Orang aneh yang tidak pernah kami lihat sebelumnya mengambil alih mimbar dari imam kami yang biasanya," kata warga Mosul, Fadh Qishmou, Selasa (29/10).
Qishmou hadir saat Baghdadi memberikan ceramahnya. Ia mendeklarasikan dirinya sendiri sebagai khalifah atas jutaan orang di Irak dan Suriah. "Dia datang ke masjid kami, tempat yang damai bagi kami, dan ia mengubahnya menjadi neraka," kata Qishmou.
Masjid al-Nuri yang menjadi kebanggaan Kota Mosul sebagai masjid tua berusia 850 tahun hancur ketika ISIS dikalahkan pada 2017. Hanya reruntuhan besi dan batu yang tersisa.
Qishmou mengatakan, cara bicara Baghdadi yang kerap mengenakan jubah hitam dengan janggut panjang sangat fasih dan tenang. Suara pesawat nirawak (drone) yang dikendalikan pengawal pribadi Baghdadi melayang di udara dan memotong jalur komunikasi. "Tiba-tiba ia mendeklarasikan Negara Islam lahir dan meminta kami semua bersumpah setia," kata Qishmou, ayah dari delapan orang anak.
Baghdadi yang membentuk kelompok teroris itu sejak 2010 dilaporkan tewas pada Ahad (27/10). Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa buronan nomor satu di dunia itu mati dalam keadaan merengek-rengek dan menangis.
"Saya tahu kami dalam masalah pada hari laki-laki itu berjalan ke masjid saya," kata Abu Omran, warga Mosul lainnya. "Saya katakan kepada putra saya, laki-laki itu akan membawa kehancuran dan kematian, dan saya benar."
Sekarang Qishmou menjadi supir taksi setelah toko yoghurtnya hancur ketika perang terjadi di Mosul. Ia merupakan salah seorang saksi mata saat Baghdadi mendeklarasikan kelahiran kelompok teroris ultraekstremis ISIS. Warga Mosul masih merasakan kekejaman ISIS dalam kenangan mereka.
"Karena dia, kami kelaparan. Kami bertahan hidup hanya dengan tepung dan air selama berbulan-bulan, meringkuk di ruang bawah tanah," kata Abu Omran. "Saya bahkan tidak pernah menginginkan kehidupan seperti itu untuk musuh terberat saya sekalipun."
Lokasi penyergapan pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi.
Kematian Baghdadi menjadi momen puncak dari rezim teror yang terjadi selama tiga tahun di dua negara. ISIS sempat mengambil alih banyak wilayah di Iran dan Suriah pada tahun 2014. Kelompok ini baru berhasil dikalahkan pada tahun 2017. ISIS menjadikan Mosul sebagai ibu kota mereka di Irak.
"Anda bertanya apakah saya senang dia mati? Saya akan senang bila rumah saya tidak hancur karena bom, jika saya tidak dicambuk atau ditembak ISIS, jika putra saya tidak terbunuh. Kami tidak pernah merasakan kemenangan. Bagaimana saya bisa bahagia lagi?" kata Abu Omran.
Abu Omran melihat ke sekeliling Kota Tua sambil berbicara. Lingkungan itu, jalanan sempit yang telah ada berabad lalu, kini nyaris hanya menyisakan reruntuhan. Jalanan itu telah menjadi saksi pertempuran sengit saat ISIS melakukan pertahanan terakhirnya.
Warga mengisahkan bahwa pada pekan-pekan awal harapan baru seakan muncul. Pasukan keamanan yang semula bertarung dengan milisi Alqaidah akhirnya pergi. Jalanan pun bersih dan tenang.
Namun, tentara ISIS kemudian mulai mengambil alih. Selain itu, milisi asing dan polisi syariah mengawasi mereka setiap saat.
"Kami dicambuk karena merokok, dipukuli karena membiarkan wanita keluar rumah tanpa menutupi wajah, dan menggunakan telepon seluler," ujar seorang penjaga toko, Dawoud Omar Dawoud (42 tahun). "Baghdadi memenjara kami di dalam kota kami sendiri."
ISIS kemudian kehilangan pengagumnya ketika milisi itu mulai memaksakan aturan ultraortodoks yang diwarnai dengan pemenggalan di depan umum, eksekusi, dan rajam. "Kematiannya tak berarti apa-apa --begitu ia menginjakkan kaki di kota kami, ia sudah membunuh kami semua," kata Dawoud. n reuters ed: yeyen rostiyani