Rabu 30 Oct 2019 22:48 WIB

Inggris akan Gelar Pemilu Lebih Awal pada 12 Desember

Pemilu Inggris akan dilakukan lebih awal ditujukan mengatasi kebuntuan Brexit.

Red: Nur Aini
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berbicara kepada media di luar kantor perdana menteri 10 Downing Street di London, Senin (2/9). Johnson mengatakan dia tidak ingin ada pemilu di tengah krisis Brexit.
Foto: AP Photo/Matt Dunham
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berbicara kepada media di luar kantor perdana menteri 10 Downing Street di London, Senin (2/9). Johnson mengatakan dia tidak ingin ada pemilu di tengah krisis Brexit.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris akan menyelenggarakan pemilihan umum pada 12 Desember setelah Perdana Menteri Boris Johnson pada Selasa (29/10) mendapatkan persetujuan dari parlemen untuk menggelar pemilu dini. Hal itu ditujukan untuk mengatasi kebuntuan Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

Johnson, yang telah berkali-kali diadang di parlemen, kali ini berhasil mendapatkan persetujuan soal penyelenggaraan pemilu 12 Desember setelah ia mengantongi suara dukungan 438 berbanding 20 di parlemen.

Baca Juga

Uni Eropa mengabulkan permintaan penundaan untuk ketiga kalinya menyangkut Brexit yang semula dijadwalkan pada 29 Maret, lalu ditunda menjadi 31 Oktober. Akan tetapi, Inggris Raya berserta parlemennya dan para pemilih hingga kini masih terpecah soal bagaimana, dan bahkan apakah Brexit perlu dilakukan.

Uni Eropa telah menyatakan setuju untuk kembali memberi waktu bagi Inggris hingga 31 Januari guna mewujudkan Brexit. Namun, persetujuan tersebut diikuti dengan peringatan bahwa penundaan kali ini kemungkinan akan menjadi yang terakhir kalinya.

Pemilu yang pertama kali akan diselenggarakan Inggris dalam suasana Natal sejak 1923 akan sangat sulit diprediksi. Selama ini, wacana Brexit sendiri telah membuat jenuh dan menimbulkan kemarahan di banyak kalangan pemilih, juga mengikis tradisi kesetiaan pada dua partai utama, yaitu Partai Konservatif dan Partai Buruh.

Sebagian politisi merasa bahwa pemilihan yang waktunya terlalu dekat dengan Natal bisa membuat para pemilih kesal. Selain itu, kampanye dan kegiatan-kegiatan untuk menarik suara para pemilih diperkirakan akan terhadang cuaca musim dingin serta suasana hari yang lebih cepat menjadi gelap menjelang sore.

Pada pemilu 12 Desember tersebut, para warga akan memilih antara Johnson, yang bersemangat mendorong agar kesepakatan Brexit versinya disetujui, atau pemerintahan sosialis di bawah kepemimpinan tokoh Partai Buruh Jeremy Corbyn, yang akan merundingkan kembali kesepakatan itu sebelum referendum berikutnya digelar.

Hasil pemilihan akan diumumkan pada Jumat pagi, 13 Desember 2019. Jika tidak ada partai yang menang secara meyakinkan, kebuntuan menyangkut Brexit akan terus bergulir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement