Kamis 31 Oct 2019 08:46 WIB

Erdogan: Parlemen AS tak Berhak Akui Genosida Armenia

Erdogan mengecam pengakuan dan penolakan genosida Armenia oleh AS

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Recep Tayyip Erdogan
Foto: EPA
Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan, anggota parlemen Amerika Serikat tidak berkedudukan moral untuk mengadili pembunuhan 1,5 juta warga Armenia saat Kekaisaran Ottoman. Ia mengecam pengakuan dan penolakan genosida Armenia oleh anggota parlemen Amerika yang memperdalam keretakan antara Turki dan AS.

"Kami tidak mengakui langkah ini, keputusan ini telah Anda ambil. Negara-negara yang memiliki noda genosida, perbudakan, kolonialisme dalam sejarahnya tidak memiliki hak untuk memberikan pelajaran kepada Turki," ujar Erdogan dalam pidatonya saat pertemuan anggota parlemen dari partainya, Rabu (30/10).

Kongres AS melalui voting pada Selasa (29/10) mengakui terjadinya pembantaian Armenia oleh Kekhalifahan Ottoman pada Perang Dunia I. Dikutip New York Times, Kementerian Luar Negeri Turki memanggil Duta Besar AS untuk Ankara David Satterfield dengan tujuan meminta penjelasan.

Menurut Turki, resolusi yang ditelurkan Kongres AS "ahistoris dan tanpa dasar hukum". Pengakuan pembantaian Armenia didukung oleh 405 anggota Senat dan hanya 11 yang menolak. Senat menyatakan AS membenarkan adanya genosida Armenia. Ini adalah kali pertama AS mengeluarkan pernyataan ini.

Direktur komunikasi Erdogan, Fahrettin Altun menggambarkan RUU sanksi sebagai "kontradiksi langsung dengan semangat aliansi strategis." Selama bertahun-tahun, para pembuat undang-undang Amerika secara keliru menggambarkan kematian orang-orang Armenia sebagai sebuah genosida.

Dalam pidatonya, Erdogan menunjukkan bahwa Kongres AS adalah keputusan politik daripada hasil dari keyakinan yang dipegang dengan tulus. "Dalam arti tertentu, itu menguntungkan," katanya.

Erdogan juga berbicara kepada pemimpin milisi Kurdi Suriah yang bekerja dengan Amerika Serikat melawan Negara Islam, Mazlum Kobani.

"Beberapa negara melenyapkan teroris yang mereka anggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional mereka, di mana pun mereka berada. Karena itu, ini berarti negara-negara itu menerima bahwa Turki memiliki hak yang sama. Ini termasuk teroris yang mereka berjabat tangan dan puji," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement