Kamis 31 Oct 2019 10:13 WIB

Twitter Blokir Kicauan Bahas Kashmir

Twitter dinilai menekan kebebasan berekspresi di Kashmir.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Twitter. Ilustrasi
Foto: Reuters
Twitter. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Para aktivis hak asasi manusia (HAM) khawatir atas penghapusan ratusan ribu kicauan di Twitter. Obrolan kritis yang banyak dilakukan oleh wartawan terhadap kebijakan pemerintah India tentang Kashmir yang dikelola India menghilang seketika.

Komite untuk Melindungi Jurnalis (CPJ) menyatakan, situs tersebut menekan kebebasan berekspresi di Kashmir. Sejak 2017, hampir satu juta kicauan telah dihapus.

Baca Juga

Direktur Amnesty International Asia Selatan Akar Patel menyebut, tindakan Twitter itu sebagai perampasan mendasar kebebasan berekspresi. Dalam beberapa tahun terakhir, ketika penetrasi internet semakin besar di Kashmir, media sosial, termasuk Twitter, menjadi wadah yang disukai untuk mengekspresikan pendapat. Pemerintah daerah sering memerintahkan penutupan internet dengan alasan itu digunakan untuk memicu protes.

Peneliti media yang berbasis di New Delhi ini pun menjadi korban. Akunnya ditangguhkan dengan alasan telah melanggar aturan yang diterapkan oleh Twitter. Baru setelah dia menghapus hampir selusin kicauan tentang Kashmir, akunnya dapat dipulihkan.

"Akun saya tidak dipulihkan sampai saya terpaksa menghapus kicauan itu. Pesan itu terus menunjukkan kicauan tersebut bertentangan dengan apa yang mereka sebut kebijakan," kata pria berusia 29 tahun ini.

Laporan itu menyatakan, banyak akun yang telah ditangguhkan di India pada paruh kedua 2018 daripada negara lain di seluruh dunia ketika digabungkan. Aktivis hak asasi manusia yang bermarkas di Kashmir Khurram Parvez mengatakan, penangguhan akun-akun Kashmir di Twitter selaras dengan temperamen pemerintahannya yang sering memerintahkan penutupan internet.

"Perbedaan pendapat sedang dikriminalisasi dan ruang diredam. Dengan cara ini, Twitter secara otomatis berpihak pada penindasan dan bukan dengan ekspresi. Ini adalah pelanggaran hak atas kebebasan berbicara," kata Parvez, dikutip dari Aljazirah, Kamis (31/10).

Parvez mengatakan, banyak orang di Kashmir berkicau untuk menyatakan ketidaksetujuan terhadap pemerintah. "Di mana orang akan mengekspresikan diri mereka? Jika mereka protes di jalan mereka akan dikriminalisasi dan sekarang mereka bahkan tidak bisa melakukannya di dunia maya," katanya.

Wilayah dengan mayoritas Muslim itu telah berada di bawah isolasi keamanan dan pemutusan jalur komunikasi sejak 5 Agustus. Kondisi itu terjadi setelah New Delhi membatalkan Pasal 370 konstitusi, yang memberi Kashmir langkah otonomi.

Meskipun pembatasan pada ponsel telah dicabut sebagian, internet tetap diblokir. Pemblokiran internet terbaru di Kashmir yang telah berlangsung selama tiga bulan akhir pekan ini, telah mempengaruhi penyebaran informasi, e-commerce, dan bisnis di wilayah tersebut.

Jurnalis foto yang bekerja dengan kantor berita Anadolu Faisal Khan menyatakan, sensor bukanlah hal baru. "Pada tahun 2016, saya telah berbagi gambar grafiti yang memuji seorang komandan pemberontak dan Twitter menangguhkan akun saya," katanya menambahkan pada Juli 2017, akunnya kembali ditangguhkan dua kali karena mengunggah gambar.

Akun Khan diblokir lagi pada 8 September 2017, ketika dia berbagi foto seorang polisi yang memegang senjata sedang mengejar seorang pengunjuk rasa dengan tas sekolah di punggungnya. "Saya menulis ke Twitter, mereka tidak membantu dan saya mengajukan diri untuk menghapus foto-foto itu. Aku tidak punya pilihan lain," katanya.

Khan mengatakan, langkah Twitter merupakan pengekangan kebebasan berbicara dan mengatur arus informasi yang bebas. "Sebagai seorang jurnalis, saya menunjukkan melalui foto-foto saya apa yang saya lihat tanpa bias, tetapi Twitter menangguhkan akun saya tanpa memerinci penyebab spesifik keberatan dalam foto-foto saya," ujarnya.

Ketika ditanya tentang pemblokiran akun Twitter di Kashmir atas permintaan agen keamanan, kepala polisi wilayah Khasmir Dilbagh Singh mengatakan, tidak tahu tentang hal itu. Namun, pejabat tinggi lainnya, yang berbicara dengan syarat anonimitas, mengakui akun-akun Twitter diblokir karena membagikan konten anti-nasional.

"Setelah mengidentifikasi Twitter, permintaan dilakukan melalui hakim untuk pemblokiran mereka. Setelah mendapatkan perintah pengadilan yang tepat, yang sama dikirim ke Computer Emergency Response Team (CERT), sebuah agen ahli yang menangani insiden keamanan komputer," kata pejabat itu.

Pejabat itu mengatakan CERT, sebagai penghubung dengan platform media sosial, memeriksa akun yang diminta untuk diblokir. Sebagian besar akun tersebut mengunggah konten anti-nasional dan terkadang mengeluarkan hujatan.

Atas tuduhan pengendalian informasi di Khasmir, Twitter pun menyatakan kalau tidak boleh ada aturan yang berada di atas aturan yang sudah perusahaan terapkan. "Kami menegakkan kebijakan kami secara bijaksana dan tidak memihak untuk semua pengguna, terlepas dari keyakinan dan latar belakang politik mereka. Sehubungan dengan permintaan hukum resmi, kami harus mematuhi menurut hukum India," ujar pernyataan tersebut.

Twitter menyatakan, selalu memublikasikan tindakan yang dilakukannya dua kali dalam setahun. Mereka membuat Laporan Transparansi Twitter untuk tujuan kesadaran dan informasi publik. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement