REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan Hong Kong harus mencari cara untuk mengurangi ketegangan dan menemukan resolusi politik guna menyelesaikan krisisnya. Dia menyerukan para demonstran dan pasukan keamanan di sana menahan diri.
“Harus ada dialog yang berarti antara semua pihak, dengan jalur politik yang kredibel untuk melindungi hak-hak serta kebebasan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Hong Kong dan Deklarasi Bersama China-Inggris, yang mencerminkan dan menghormati pengakuan China ‘satu negara dua sistem’,” kata Raab dalam pengantar di sebuah laporan tentang krisis Hong Kong yang dirilis pada Kamis (31/10).
Menurut dia, otonomi dan aturan hukum tingkat tinggi Hong Kong adalah penjamin kemakmuran dan keberhasilannya di masa mendatang. “Adalah kewajiban semua pihak untuk menghormatinya,” ujar Raab.
Dalam laporannya Raab membahas peristiwa-peristiwa dalam lima bulan terakhir di Hong Kong. Dia menggambarkannya sebagai salah satu masa paling bergejolak dalam sejarah Hong Kong baru-baru ini.
“Pengunjuk rasa harus mengakhiri kekerasan. Respons polisi harus proporsional dalam penanganan mereka terhadap pengunjuk rasa serta menjaga hak untuk protes damai,” kata Raab.
Sementara itu, China mengatakan akan memerintah Hong Kong sesuai dengan konstitusi guna memastikan kemakmuran serta stabilitasnya. “Kita harus secara ketat mengatur Wilayah Administrasi Khusus Hong Kong dan Makau sesuai dengan konstitusi dan undang-undang dasar, serta menjaga kemakmuran jangka panjang dan stabilitas Hong Kong serta Makau,” kata Partai Komunis China dalam sebuah komunike seusai pertemuan para pemimpin seniornya.
Hong Kong menghadapi resesi dan tak mungkin mencapai pertumbuhan ekonomi apa pun tahun ini. Gelombang demonstrasi yang berlangsung selama lima bulan merupakan pemicu utama terjadinya hal tersebut. "Pukulan (dari aksi protes) terhadap ekonomi kita luas," ujar Menteri Keuangan Hong Kong Paul Chan dalam sebuah unggahan di blog pada Senin lalu.
Paul pun mengungkapkan akan sangat sulit mencapai pertumbuhan ekonomi tahunan antara nol hingga satu persen. Kendati pemerintah telah berupaya memberikan suntikan dana, hal itu hanya bisa sedikit mengurangi tekanan.
Penghentian demonstrasi adalah cara utama untuk memulihkan ekonomi. "Biarkan warga kembali ke kehidupan normal, biarkan industri dan perdagangan beroperasi secara normal, dan ciptakan lebih banyak ruang untuk dialog rasional," ujar Paul.
Sebelumnya, Paul mengumumkan bahwa Pemerintah Hong Kong telah menyiapkan dana sebesar 255 juta dolar AS untuk memulihkan perekonomiannya. Dana itu akan digunakan untuk mendukung industri transportasi, pariwisata, dan ritel. "Karena situasi ekonomi memburuk cukup cepat, kami meluncurkan paket ini untuk menargetkan sektor-sektor yang terpukul," ucapnya pada Selasa pekan lalu.
Menurut Paul, langkah-langkah dukungan seperti itu pada akhirnya akan meningkatkan probabilitas defisit fiskal. Namun, dia menjamin bahwa keuangan Pemerintah Hong Kong masih memadai.
Pada Agustus lalu, Hong Kong telah mengucurkan dana sebesar 2,4 miliar dolar AS. Selain untuk keperluan menopang aktivitas bisnis yang terdampak demonstrasi, dana itu pun dialokasikan untuk membantu warga kurang mampu.
Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni lalu. Hingga kini, belum ada tanda-tanda unjuk rasa akan mereda.
Pemicu utama pecahnya demonstrasi di Hong Kong adalah rancangan undang-undang ekstradisi (RUU). Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana. Sebab, jika disahkan RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke China daratan. Hong Kong telah secara resmi menarik RUU tersebut.