REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kantor Berita Korea Utara KCNA, Jumat, menyebut uji coba peluncur roket "super besar" berganda pada Kamis (31/10) berlangsung dengan sukses. Tindakan itu mengundang protes dari dua negara tetangga mereka, Korea Selatan dan Jepang.
KCNA juga mengatakan bahwa uji coba terbaru peluncur roket dilaksanakan setelah dua uji coba pada Agustus dan September. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un disebut mengapresiasi kemajuan pengembangan senjata oleh pemerintahannya selagi pembicaraan dengan Amerika Serikat (AS) masih jalan di tempat.
Uji coba itu menjadi yang pertama setelah pembicaraan antara AS dan Korea Utara di Swedia pada 5 Oktober lalu berakhir tanpa mencapai kesepakatan. Korea Utara berulang kali menekankan tenggat akhir tahun bahwa Kim ingin ada pembicaraan denuklirisasi dengan AS.
Berita tentang kesuksesan segera dilaporkan usai uji coba dan KCNA menyebutkan bahwa Kim menyatakan kepuasan serta mengucapkan selamat kepada para ilmuwan yang telah mengembangkan senjata roket. Laporan tersebut mengisyaratkan Kim tidak berada di lokasi uji coba pada Kamis sore.
Sementara itu, surat kabar negara Korea Utara, Rodong Sinmun, memuat foto peluncur roket berganda yang dikelilingi nyala api kekuningan dan asap. KCNA menulis bahwa uji coba tersebut menegaskan kemampuan bahwa sistem perapian berkesinambungan pada peluncur roket tersebut mampu menghancurkan kelompok musuh dengan serangan tiba-tiba.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga menyatakan bahwa uji coba peluncur roket, yang dia sebut sebagai peluncuran misil, telah melanggar resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sangat disesalkan. Atas kejadian tersebut, Jepang telah melayangkan protes kepada Korea Utara.
Menanggapi uji coba itu, Senator dari Partai Republik yang juga ketua Subkomite Hubungan Luar Negeri untuk Asia Timur, Pasifik, dan Kebijakan Keamanan Siber Internasional pada Senat ASCory Gardner, mengatakan perilaku Korea Utara semakin keterlaluan.
"Peluncuran ini serta agresi yang terus dilanjutkan oleh Korea Utara menjadi alasan perlunya pemerintahan Trump untuk kembali menerapkan kebijakan penekanan yang maksimal," ujar Gardner dalam pernyataan.
Walaupun demikian, penasihat keamanan nasional Korea Selatan Chung Eui-yong justru menyebut peluncuran misil Korea Utara bukan merupakan "ancaman yang sangat mematikan." Dalam sesi rapat parlemen, dia mengatakan, "kami juga melakukan uji coba misil yang tidak kurang dari apa yang dilakukan Korea Utara. Pertahanan misil kami jauh lebih unggul dibandingkan milik mereka."