REPUBLIKA.CO.ID, Sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga publik di seluruh Irak tetap ditutup pada Ahad (3/11). Pasalnya, para pengunjuk rasa mulai membakar dan memblokir jalan-jalan utama saat aksi protes antipemerintah sedang berlangsung.
Serikat Guru Irak mengumumkan mogok nasional sebagai bentuk solidaritas kepada para demonstran. Sebelumnya, Kementerian Pendidikan Irak mengeluarkan pernyataan yang menetapkan Ahad sebagai hari kerja resmi.
Di kota-kota Irak, seperti Baghdad, Basra, Nasiriyah, dan Hillah, para pegawai menentang pernyataan kementerian. Mereka justru bergabung bersama pengunjuk rasa di jalan-jalan.
Peserta aksi membakar ban, kayu, dan puing-puing pada Ahad pagi. Ini menyebabkan kemacetan di ibu kota Irak dan tempat lain di seluruh negeri tersebut.
Mereka memutuskan memblokir jalan sebagai pesan kepada pemerintah. "Kami akan terus memprotes sampai orang-orang korup dan pencuri diusir dan rezim (pemerintah) jatuh," kata salah seorang pemrotes, Tahseen Nasser (25 tahun).
"Kami tidak mengizinkan pegawai negeri mencapai kantor mereka kecuali mereka yang bekerja di bidang kemanusiaan, seperti rumah sakit dan petugas polisi," ujar Tahseen, seperti dikutip dari Alarabiya, Ahad (3/11).
Protes tersebut merupakan kelanjutan demonstrasi massa sehari sebelumnya. Saat itu, aksi diwarnai kekerasan ketika pasukan keamanan menewaskan seorang pengunjuk rasa dan melukai 91 orang lainnya di Baghdad.
Para pengunjuk rasa berkumpul di pusat Tahrir Square di Baghdad pada Sabtu (2/11). Mereka memblokir jalan-jalan menuju pelabuhan utama.
Pasukan keamanan mendirikan tembok beton di salah satu jalan utama Baghdad yang mengarah ke Tahrir Square untuk mengurangi jumlah massa. Namun, protes spontan terjadi di mana kerumunan memaksa merobohkan bangunan. "Catat, catat," begitu bunyi slogan mereka.
Pengunjuk rasa berkumpul di Alun-Alun Tahrir di Baghdad, Irak.
Para demonstran menjadikan salah satu restoran Turki di Tahrir Square sebagai rumah sementara. Di lantai dasar restoran, sekelompok pemuda yang menyebut diri sebagai komite pendukung logistik mengorganisisasi tumpukan pakaian, makanan, dan persediaan lain, seperti baterai dan selimut. "Kami tidak saling kenal, tetapi di sini kami menjadi satu," kata salah seorang dari mereka, Abu al-Baqir.
Para pengunjuk rasa mengatakan, pengambilalihan gedung tersebut untuk menghentikan pasukan keamanan yang mencoba menembaki mereka. Salah seorang demonstran, Khalil Ibrahim (28 tahun), mengatakan pasukan keamanan mencoba masuk lebih dari sekali. "Mereka menggunakan kekerasan, gas air mata, beberapa dari kita meninggal, tetapi kami tidak meninggalkan gedung ini," kata lulusan teknik mesin ini.
Rangkaian aksi protes di Irak yang sebagian besar dilakukan Baghdad dan wilayah selatan terjadi sejak Oktober. Mereka menuntut perubahan besar terhadap sistem politik yang dibentuk setelah invasi pimpinan AS pada 2003.
Rezim Irak saat ini dituduh sebagai penyebab praktik korupsi yang meluas, tingginya pengangguran, dan buruknya layanan publik. Perdana Menteri Irak Abdul Mahdi telah menjanjikan reformasi dan perombakan kabinet secara luas, tetapi hal tersebut gagal menenangkan masyarakat. n qommarria rostanti