Selasa 05 Nov 2019 00:10 WIB

Perjanjian Perdagangan RCEP Gagal Diteken di KTT ASEAN

Tujuan RCEP adalah membentuk zona perdagangan bebas yang mencakup 45 persen populasi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Nonthaburi, Thailand, Senin (4/11).
Foto: AP Photo/Aijaz Rahi
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Nonthaburi, Thailand, Senin (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Penandatanganan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang melibatkan 10 negara anggota ASEAN plus China, Korea Selatan (Korsel), Jepang, India, Australia, dan Selandia Baru batal diteken pada KTT ASEAN ke-35 di Bangkok, Thailand. RCEP dijadwalkan ditandatangani pada Februari 2020.

"Negosiasi tadi malam (Ahad) adalah konklusif. Akan ada pengumuman bersama tentang keberhasilan perjanjian RCEP oleh para pemimpin hari ini. India adalah bagian dari ini juga dan akan bersama-sama membuat pengumuman. Penandatanganan akan dilakukan tahun depan," kata Menteri Perdagangan Thailand Jurin Laksanawisit, Senin (4/11).

Baca Juga

Partisipasi India dalam RCEP memang dikabarkan menggantung tanpa kepastian. Dorongan untuk menuntaskan RCEP datang akibat adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Namun, New Delhi mengkhawatirkan potensi banjir impor dari China jika bergabung dalam RCEP.

Meskipun Thailand telah menyatakan India tetap berada dalam RCEP, seorang pejabat India yang mengetahui perundingan pada Ahad lalu mengatakan tidak semuanya telah diselesaikan dalam pembicaraan. "Semua diputuskan secara politis," katanya seraya menambahkan diskusi masih berlangsung.

Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham turut mengungkapkan India masih ingin melanjutkan negosiasi. "Sepaham saya India akan melanjutkan diskusi dan negosiasi. Pintu kami selalu terbuka untuk India," ujarnya saat ditanya awak media apakah India akan bergabung dalam RCEP pada Senin. 

Saat berpidato di KTT ASEAN ke-35, Perdana Menteri India Narendra Modi sama sekali tak menyinggung tentang RCEP. Dia hanya berbicara tentang peninjauan kembali perjanjian perdagangan yang ada antara ASEAN dan India.

Sementara itu Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menyatakan negaranya masih berkomitmen menjalin kerja sama perdagangan dengan negara-negara ASEAN meskipun tak tergabung dalam RCEP. "Pemerintahan (Presiden AS Donald) Trump sangat terlibat dan berkomitmen penuh untuk wilayah ini. Kami akan terus menegosiasikan kesepakatan perdagangan dengan negara-negara di kawasan ini," katanya saat berbicara di Indo-Pacific Business Forum.

AS hanya mengutus Ross ke KTT ASEAN ke-35. Trump atau Wakil Presiden AS Mike Pence tak menghadiri acara tahunan negara Asia Tenggara tersebut. Hal itu menimbulkan kekhawatiran Washington tak dapat lagi diandalkan sebagai penyeimbang kekuatan China yang meningkat di Asia Tenggara.

Dalam pidato pembukaan KTT ASEAN ke-35 pada Ahad lalu, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengutarakan harapannya agar kesepakatan RCEP dapat tercapai tahun ini. Dia menilai hal itu penting guna merangsang pertumbuhan ekonomi, perdagangan, dan investasi.

Pada KTT ASEAN ke-34 yang digelar di Bangkok pada Juni lalu, Prayuth Chan-ocha telah menyerukan hal serupa. Dia mengatakan negara anggota ASEAN membutuhkan kekuatan ekonomi kolektifnya untuk daya tawar secara global.

"Terutama di tengah ketegangan perdagangan antara dua ekonomi dunia," ujarnya merujuk pada perselisihan antara China dan AS.

Oleh sebab itu dia mendorong negosiasi RCEP dapat segera dituntaskan. "Ini akan membantu ASEAN menangani perubahan dan ketidakpastian yang akan terjadi di kawasan ke depan, khususnya dampak ketegangan perdagangan antara mitra dagang penting ASEAN," ucapnya.

Gagasan RCEP  dicetuskan oleh China. Tujuan RCEP adalah membentuk zona perdagangan bebas yang mencakup 45 persen populasi dunia dan lebih dari sepertiga produk domestik brutonya. Oleh sebab itu RCEP disebut sebagai blok perdagangan terbesar di dunia.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement