Rabu 06 Nov 2019 14:42 WIB

Perang Yaman Berakhir dengan Kesepakatan Damai

Pangeran Salman mengatakan perjanjian ini akan membuka periode baru stabilitas Yaman.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Warga Yaman berjalan di antara runtuhan puing gedung yang hancur terkena serangan udara di Sanaa, Yaman, 7 Mei 2018.
Foto: AP/Hani Mohammed
Warga Yaman berjalan di antara runtuhan puing gedung yang hancur terkena serangan udara di Sanaa, Yaman, 7 Mei 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional dan separatis yang didukung Uni Emirat Arab (UEA) telah menandatangani kesepakatan pembagian kekuasaan guna menghentikan perang. Hal itu diumumkan oleh Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammed bin Salman, Selasa (6/11).

Dia memberi nama kesepakatan itu sebagai "Perjanjian Riyadh". Menurutnya, perjanjian itu adalah langkah penting menuju solusi politik untuk mengakhir perang berdarah empat tahun Yaman.

Baca Juga

"Perjanjian ini akan membuka periode baru stabilitas di Yaman. Kerajaan Arab Saudi mendukung," kata putra mahkota Saudi pada upacara penandatanganan di Riyadh yang ditayangkan di televisi pemerintah seperti dikutip laman Aljazirah, Rabu (6/11).

Perjanjian tersebut berisi perombakan pemerintahan untuk memasukkan separatis yang didukung UEA dengan perwakilan yang setara. Selain itu, angkatan bersenjata mereka akan ditempatkan di bawah kendali pemerintah. Semua pasukan militer dan keamanan akan dimasukkan ke dalam kementerian pertahanan dan kementerian dalam negeri.

Seorang Pakar Yaman di Crisis International Group, sebuah lembaga riset yang berbasis di Brussels, Peter Salisbury mengatakan perjanjian tersebut memecahkan dua masalah jangka pendek jika berhasil dilaksanakan. Menurutnya, hal ini mencegah perang-dalam-perang-antara separatis selatan dan pemerintah Hadi. "Ini juga memberikan lebih banyak kredibilitas untuk negosiasi pemerintah di masa depan dengan Houthi," katanya.

Namun, Salisbury memperingatkan kesepakatan itu adalah kata-kata yang terbuka untuk interpretasi. Dia pun berharap menetapkan waktu untuk implementasi yang ambisius.

Pada Agustus lalu, gerakan separatis yang didukung UEA merebut kursi sementara di kota Aden. Berpekan-pekan pertikaian berdarah memicu kekhawatiran pelemahan lanjutan blok pemberontak anti-Houthi.

photo
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman dan Raja Salman.

Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths memberi selamat kepada kedua belah pihak atas kesepakatan tersebut. Menurutnya, penandatanganan perjanjian tersebut merupakan langkah penting bagi upaya kolektif PBB memajukan penyelesaian damai untuk konflik di Yaman.

"Mendengarkan para pemangku kepentingan selatan penting bagi upaya politik untuk mencapai perdamaian di negara ini," kata dia.

Mantan konsultan Dewan Keamanan PBB untuk Yaman Catherine Shakdam mengatakan, perjanjian tersebut sangat signifikan yang membawa perdamaian ke Yaman. "Perjanian ini memberikan beberapa tingkat konsensus mungkin tidak dengan semua pihak yang terlibat dalam perang Yaman, tetapi setidaknya beberapa dari mereka. Saya pikir akan memungkinkan untuk alasan kembali, dan menunjukkan perdamaian dapat terjadi," ujarnya.

Dewan Transisi Selatan (STC) separatis yang didukung UEA dan pemerintah Yaman yang didukung Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi sebelumnya telah menyetujui kesepakatan awal yang dirancang untuk mengakhiri pertikaian. STC adalah kelompok Yaman yang bergabung dengan aliansi militer pimpinan Saudi.

Kelompok tersebut yang pertama kali melakukan intervensi di Yaman pada Maret 2015 guna memulihkan pemerintahan Hadi tak lama setelah dipindahkan dari ibu kota Sanaa oleh pemberontak Houthi.

Saudi telah berusaha memfokuskan kembali koalisi yang dipimpinnya pada pertempuran Houthi di perbatasannya. Hal itu dilakukan setelah pemberontak berulang kali meluncurkan rudal dan serangan pesawat nirawak ke kota-kota Saudi dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam beberapa pekan terakhir ini, kerajaan meningkatkan kehadiran militernya di Yaman selatan dengan membawa pasukan tambahan, kendaraan lapis baja, tank, dan peralatan militer lainnya. Saudi menguasai Aden awal bulan ini setelah UEA menarik sebagian pasukannya dari kota.

Perang di Yaman telah merenggut puluhan ribu nyawa, mendorong jutaan orang ke jurang kelaparan, dan melahirkan krisis kemanusiaan yang paling menghancurkan di dunia. Seorang komandan milisi separatis selatan Mohdar al-Omari menyambut baik berita tentang kesepakatan Selasa ini.

"Kami memberi selamat kepada orang-orang selatan kami dengan perjanjian Riyadh, yang merupakan satu-satunya solusi situasi saat ini, dan kami mengirimkan ucapan selamat kepada kepemimpinan militer dan politik kami untuk kesempatan besar dan bersejarah ini," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement