REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Data terbaru dari pusat pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS), menunjukkan ada lebih dari dua ribu orang yang menderita penyakit karena rokok elektrik. Di mana, wabah yang kini menjadi penyakit itu, belum juga terselesaikan, meski peningkatan selalu terjadi.
Dilansir dari AP, Jumat (8/11) Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, pada Kamis (7/11), mengatakan setidaknya, ada sekitar 2.051 kasus yang dikonfirmasi dan telah dilaporkan. Hingga kini, penyakit tersebut, telah ditemukan di setiap negara bagian di AS, kecuali Alaska. Bahkan, sebanyak 40 orang di 24 negara telah dinyatakan meninggal karenanya.
Lebih lanjut, efek dari rokok elektrik tersebut diketahui mulai menyebabkan kematian pada bulan Maret lalu. Meski pada dasarnya, tidak ada bahan tunggal atau alat vaping yang dikaitkan dengan berbagai penyakit itu.
Namun, sebagian besar yang menjadi pasien, mengatakan bahwa mereka menggunakan produk yang mengandung THC. THC merupakan bahan penginduksi tinggi dalam ganja.
Terpisah, memang para pejabat kesehatan setempat, telah mendesak masyarakat untuk menghindari vaping. Terutama produk yang mengandung THC dan dijual bebas di jalanan.
Namun demikian, seiring waktu, CDC mengatakan bahwa pihaknya telah menghitung sekitar 39 kematian hingga Kamis lalu. Tak berselang lama setelah Massachusetts yang juga melaporkan kematian tambahan. Angka tersebut mengalami lonjakan setelah beberapa pekan sebelumnya, 38 orang meninggal karena vaping di 24 negara bagian berbeda.