REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI - Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengatakan, wilayahnya perlu bersiap menghadapi potensi konflik militer dengan Cina. Menurut dia, perang dagang yang sedang di hadapi Beijing dengan Amerika Serikat (AS) bisa menjadi pemicu terjadinya hal tersebut.
Wu mengungkapkan, Cina telah mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi di tengah perang dagang yang sengit dengan Washington. Tekanan domestik yang timbul akibat hal tersebut dapat mendorong Beijing membuka konfrontasi bersenjata dengan Taiwan.
"Jika stabilitas internal merupakan masalah yang sangat serius atau perlambatan ekonomi telah menjadi masalah yang sangat serius bagi para pe mimpin tinggi (Cina) untuk di tangani, itu adalah peristiwa yang membuat kita perlu berhati-hati. Kita perlu mempersiapkan diri kita untuk situasi terburuk yang akan datang, konflik militer," kata Wu dalam sebuah wawan cara dengan Reuterspada Rabu (6/11).
Menurut dia, meskipun mengalami perlambatan, kondisi ekonomi Cina masih cukup baik saat ini. Namun, Wu mendesak negara-negara memperhatikan masalah yang terjadi di dalam negeri Cina, seperti pengangguran dan ketidakpuasan rakyat.
"Mungkin (Presiden Cina) Xi Jinping sendiri dipertanyakan legiti masinya karena tak mampu menjaga pertumbuhan ekonomi Cina. Ini adalah faktor yang mungkin menyebabkan para pemimpin Cina memutuskan mengambil tindakan eksternal untuk mengalihkan perhatian domestik,"ujar Wu.
Dia mengatakan, aktivitas militer Cina di kawasan tersebut telah menjadi sumber ketegangan yang sangat serius. "Kami tentu berharap bahwa Taiwan dan Cina dapat hidup bersama secara damai. Namun, kami juga melihat ada masalah yang disebabkan oleh Cina dan kami akan mencoba mengatasinya," ucapnya.
Taiwan telah kehilangan tujuh sekutu diplomatik sejak Presiden Tsai Ingwen mulai menjabat pada 2016. Sementara itu, Beijing mencurigai Tsai mendorong kemerdekaan resmi pulau itu, yang telah diperingatkan Xi akan mengarah pada bencana besar.
Wu menyatakan telah melihat lima negara mengalihkan hubungan diplomatik ke Cina. Banyak perusahaan global mengubah deskripsi tentang Taiwan karena masalah dengan Beijing.
"Mengakui bahwa Taiwan merupakan bagian dari Cina dengan imbalan beberapa ruang diplomatik, saya percaya kondisi seperti itu tidak dapat di terima. Diplomasi Taiwan tidak boleh di-outsourcing-kan ke Cina," kata Wu.
Selat Taiwan
Cina telah menyatakan penyelesaian masalah Taiwan merupakan kepentingan nasional terbesarnya. "Cina merupakan satu-satunya negara besar di dunia yang belum sepenuhnya dipersatukan kembali," ujar Menteri Pertahanan Cina Wei Fenghe saat berbicara dalam pembukaan Xiang shan Forum di Beijing pada 20 Oktober lalu.
Dia mengatakan, penyatuan atau reunifikasi Cina dan Taiwan merupakan kepentingan nasional terbesar Cina. Wei menyatakan tak ada pihak yang dapat mencegah negaranya melakukan hal tersebut.
Tidak seorang pun dan tidak ada ke kuatan yang bisa menghentikan reunifikasi utuh Cina. "Kami berkomitmen untuk mempromosikan pengembangan damai hubungan selat lintas Taiwan dan penyatuan kembali negara secara damai," ucap Wei.
Wei pun menyinggung gerakan separatis di Taiwan. "Kami tidak akan pernah membiarkan separatis untuk kemerdekaan Taiwan memiliki jalan mereka sendiri atau membiarkan intervensi oleh kekuatan eksternal. Memajukan reunifikasi merupakan alasan yang adil, sementara aktivitas separatis akan gagal," kata Wei.
Pada peringatan 70 tahun kekuasa an Partai Komunis Cina (PKC), Xi Jinping mengatakan bahwa Taiwan tidak akan pernah menikmati konsep satu negara, dua sistem seperti Hong Kong atau Makau.
Cina, kata Xi, akan mempromosikan pembangunan hubungan yang damai dengan Taiwan dan terus berupaya untuk menyatukan kembali wilayah-wilayah negaranya.
Taiwan pun segera mengecam pernyataan Xi. "PKC telah bertahan dengan kediktatoran satu partai selama 70 tahun, sebuah konsep tata kelola yang melanggar nilai-nilai demokrasi, kebebasan hak asasi manusia, yang menyebabkan risiko serta tantangan bagi pengembangan daratan Cina," kata Dewan Urusan Daratan Taiwan pada awal Oktober lalu.
Taiwan menilai seruan Cina tentang perjuangan untuk persatuan, pembaruan, dan unifikasi hanya alasan untuk melakukan ekspansi militer. Taiwan berpendapat hal itu merupakan ancaman serius bagi perdamaian regional dan demokrasi serta peradaban dunia. (kamran dikarma/dwina agustin/reuters ed: yeyen rostiyani)