Senin 11 Nov 2019 15:58 WIB

Kabut Asap Masih Selimuti Kota New Delhi

Warga New Delhi mulai beraktivitas luar ruangan meski masih ada kabut asap.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Warga India dan turis mengenakan masker untuk menghalau polusi udara saat berjalan di New Delhi, India, Senin (4/11).
Foto: AP
Warga India dan turis mengenakan masker untuk menghalau polusi udara saat berjalan di New Delhi, India, Senin (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI — Kabut asap tampak masih menyelimuti Ibu Kota New Delhi, India pada Senin (11/11). Meski demikian, banyak penduduk yang pada akhirnya memberanikan diri untuk tetap keluar beraktivitas, karena pada akhir pekan lalu kualitas udara berbahaya berada di tingkat lebih rendah dan cuaca mulai terlihat lebih cerah. 

Sebelumnya, dilaporkan indeks kualitas udara yang di New Delhi, yang tercatat dari kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) untuk India di sana berada pada tingkat berbahaya, yaitu mencapai angka 497, dengan tingkat PM 2.5 atau partikel dari polusi yang ada dapat masuk ke paru-paru mencapai 700 di sejumlah area di Ibu Kota negara Asia Selatan itu. 

Baca Juga

Angka itu melebihi 10 kali lipat dari batas aman, di mana standar indeks kualitas udara adalah 60. Menurut Vivek Chattopadhyay, seorang manajer di Pusat Sains dan Lingkungan, beberapa faktor yang membuat kualitas udara kembali memburuk adalah penurunan kecepatan dan suhu angin, sehingga polutan terjebak. 

Dalam mengatasi kualitas udara yang memburuk di New Delhi, pemerintah kota setempat telah membatasi penggunaan mobil pribadi hingga 15 November, dengan sistem ganjil-genap, seperti yang dierapkan di Ibu Kota Jakarta, Indonesia pada hari Senin hingga Jumat di jam-jam padat. Namun, ada pengecualian untuk dua hari, di mana festival kegamaan berlangsung. 

Skema aturan dari Pemerintah New Delhi dianggap cukup membantu. Namun, para aktivis lingkungan terus menyerukan agar tindakan yang lebih besar segera dilakukan. 

“Pejabat berwenang harus segera menyatakan keadaan darurat. Jika ini adalah wabah, maka ia akan mengumumkan keadaan darurat,” ujar  Bharati Chaturvedi, pendiri kelompok advokasi lingkungan Chintan.

Setiap tahun, para petani di India, khususnya di Pujab dan Haryana yang terletak di New Delhi melakukan pembakaran ladang sebagai persiapan untuk musim tanam. Asap dari pembakaran inilah yang kemudian bercampur dengan knalpot kendaraan dan debu konstruksi, membuat New Delhi menjadi Ibu Kota yang paling tercemar di dunia. 

Pekan lalu, Mahkamah Agung India mengecam pihak berwenang atas kegagalan mereka mengendalikan polusi di New Delhi. Pemerintah kota, serta federal, dan seluruh negara-negara bagian seluruhnya juga telah diminta untuk bekerja sama membantu meningkatkan kualitas udara untuk kembali menjadi semakin baik. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement