Selasa 12 Nov 2019 17:15 WIB

Bank dan Sekolah Ditutup Akibat Gelombang Protes di Lebanon

Pegawai bank di Lebanon mengkhawatirkan keselamatan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Warga Lebanon berunjuk rasa di Kota Beirut, Sabtu (19/10).
Foto: EPA-EFE/NABIL MOUNZER
Warga Lebanon berunjuk rasa di Kota Beirut, Sabtu (19/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Bank-bank dan sekolah-sekolah di Lebanon ditutup karena gelombang baru gejolak politik yang terjadi di negara itu. Unjuk rasa yang menuntut pembentukan pemerintahan baru kerap berakhir dengan kekerasan dan kerusuhan.

Pada bulan Oktober lalu, bank-bank di Lebanon ditutup selama hampir setengah bulan. Kali ini bank-bank ditutup karena mereka pegawai bank mengkhawatirkan keselamatan.

Baca Juga

Para pegawai bank merasa terintimidasi oleh para konsumen yang meminta akses ke uang mereka. Ketua serikat karyawan juga mengatakan para karyawan bank takut dengan pengunjuk rasa yang berkumpul di sekitar bank. Unjuk rasa itu dipicu kemarahan terhadap elit politik Lebanon yang sudah lama dinilai korup.

"Kami bertujuan untuk bermain dengan Asosiasi Bank di Lebanon hari ini dan memutuskan bagaimana kami bisa bekerja sama untuk menyelesaikan isu ini jadi pegawai bank-bank tidak diganggu," kata Presiden Sindikat Federasi Pegawai Bank Lebanon George al-Hajj, Selasa (12/11).

Bank-bank telah mencegah agar tidak terjadi penarik modal besar-besaran. Mereka telah memberlakukan kebijakan yang melarang nasabah menarik uang dolar dan mengirimkan uang ke luar negeri.

Hajj mengatakan mesin ATM telah distok sehingga depositor tidak merasa 'dihukum' oleh pemogokan karyawan. Bank sentral Lebanon mengatakan deposit bank masih aman. Mereka juga yakin mampu menjaga stabilitas saat poundsterling Lebanon jatuh.

Dalam konferensi pers yang disiarkan televisi gubernur bank sentral Riad Salameh mengatakan tidak mempertimbangkan untuk mengontrol modal. Mereka juga tidak memangkas nilai deposit.

Pada Selasa ini sekolah-sekolah juga ditutup. Kementerian Pendidikan Lebanon mengumumkan penutupan sekolah dilakukan karena pemogokan semakin meluas dan untuk menghargai hak 'siswa' dalam mengekspresikan pandangan mereka.

Lebanon diterpa gejolak politik sejak 17 Oktober lalu. Unjuk rasa membuat perdana menteri Saad al-Hariri mengundurkan diri dari jabatannya pada 29 Oktober. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement