REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Kepolisian Hong Kong meningkatkan pengamanan di seluruh kota dan sekitar kampus. Mereka bersiap menghadapi kekerasan yang lebih buruk lagi setelah mengalami bentrokan keras dengan pengunjuk rasa satu malam sebelumnya.
Banyak stasiun subway dan kereta ditutup setelah pengunjuk rasa memblokir perjalanan komuter dan merusak kereta. Kelas-kelas di universitas diliburkan. Orang tua diminta menjaga anak-anaknya untuk tetap di rumah.
Pada Selasa (13/11) malam, polisi dan penunjuk rasa bentrok di depan Chinese University of Hong Kong. Bom molotov dan nyala api mewarni pemadangan malam. Situasinya tetap tegang pada pagi dan sore hari.
Polisi memperingatkan pengunjuk rasa melakukan 'aksi gila'. Mereka juga mengatakan Hong Kong sedang berada diujung kehancuran setelah diterpa kerusuhan selama lebih dari lima bulan.
"Masyarakat kami di dorong menuju ujung kehancuran total," kata Inspektur Senior Polisi Kong Wing-heung, Rabu (13/11).
Ia mengatakan subway dan mass transit system (MRT) Hong Kong berada dalam tekanan. Karena aksi kekerasan dan vandalisme yang dilakukan pengunjuk rasa.
"Perusuh bertopeng kehilangan kendali dan melakukan aksi gila seperti melempar sampah, sepeda dan objek besar ke rel MRT, menggantung sampah ke atas kabel listrik," ujarnya.
Pada Rabu ini, kepolisian Hong Kong mengerahkan unit antihuru-hara di seluruh pusat Hong Kong dan sekitarnya untuk menahan kekerasan. Mahasiswa di Chinese University juga bersiap untuk menghadapi bentrokan dengan polisi. Banyak di antara mereka yang bersenjatakan bom molotov sementara beberapa yang lainnya membawa busur dan anak panah.
Kepala Serikat Mahasiswa Jakcy So mengajukan banding ke Mahkamah Agung untuk melarang polisi masuk kampus tanpa surat penangkapan atau persetujuan kampus. Pada Selasa, polisi masuk ke kampus dan melepaskan tembakan gas serta menggunakan water canon.
Putusan tersebut juga akan melarang polisi menggunakan senjata pengendali massa seperti gas air mata dan peluru karet di universitas. Diharapkan Mahkamah Agung segera memberikan keputusan.
Pemimpin agama di Hong Kong meminta kekerasan segera diakhiri. Mereka juga meminta polisi dan pengunjuk rasa menahan diri.
"Ini titik yang sangat kritis, rakyat Hong Kong harus bersatu dan mengatakan tidak kepada kekerasan," kata enam pemimpin agama di Hong Kong dalam pernyataan bersama mereka.