REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah Mesir dilaporkan sedang berusaha mengurangi ketegangan antara Israel dan kelompok perlawanan bersenjata di Jalur Gaza. Hal itu menyusul terbunuhnya komandan Jihad Islam Bahu Al-Atta dalam serangan Israel pada Selasa (12/11).
Dilaporkan laman Al Araby, para pejabat Mesir yang enggan dipublikasikan identitasnya mengungkapkan, badan intelijen umum Mesir telah meningkatkan komunikasi dengan pihak terkait. Mereka pun telah membuka saluran dengan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa.
Kairo memang kerap memediasi konflik yang terjadi antara Israel dan kelompok perlawanan bersenjata di Gaza, termasuk Hamas. Tak sekali pula Mesir dapat membuat kedua belah pihak menyepakati gencatan senjata.
Pada Selasa lalu, Israel melancarkan serangan ke Gaza dan menargetkan basis kelompok Jihad Islam. Tel Aviv menuding kelompok tersebut telah melakukan serangkaian serangan lintas-perbatasan dan merencanakan serangan lainnya.
Komandan Jihad Islam di Gaza Baha Abu Al-Atta dan istrinya tewas saat Israel melancarkan serangan ke distrik Shejaia. Hal itu telah dikonfirmasi oleh Jihad Islam.
Jihad Islam menyatakan tak akan membiarkan kematian Al-Atta berlalu begitu saja. "Pembalasan kita yang tak terhindarkan akan mengguncang entitas Zionis," kata Jihad Islam dalam sebuah pernyataan.
Tewasnya Al-Atta akibat serangan Israel tampaknya akan menimbulkan tantangan baru bagi kelompok Hamas yang mengontrol Gaza. Sebab sebagian besar dari mereka berupaya mempertahankan senjata dengan Israel sejak perang 2014.
Selain Gaza, pada Selasa lalu, Israel turut menyerang basis Jihad Islam di Damaskus, Suriah. Serangan itu menyebabkan seorang pejabat Jihad Islam Akram Ajouri terluka. Namun, putra dan cucu Ajouri dilaporkan tewas dalam peristiwa tersebut.