REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Surat kabar milik Pemerintah Cina Global Times menyebut Hong Kong kemungkinan akan mengumumkan dan menerapkan jam malam akhir pekan ini. Hal itu dipublikasikan Global Times melalui akun Twitternya, Kamis (14/11).
Namun tak lama kemudian Global Times menghapus cicitannya tersebut. Hal itu terjadi setelah Pemerintah Hong Kong mengumumkan bahwa semua sekolah di sana akan diliburkan hingga Ahad (17/11).
Kerusuhan dan demonstrasi yang masih berlangsung adalah alasan utama sekolah-sekolah diliburkan. Sama seperti sekolah, sebagian besar universitas membatalkan kelas. Sementara, para perusahaan memeberitahu para pegawai untuk bekerja dari rumah.
Unjuk rasa di Hong Kong masih terus berlanjut pada Rabu (13/11). Massa berusaha melumpuhkan bagian-bagian dari pusat keuangan dan beberapa jaringan transportasi. Selain sekolah, banyak aktivitas bisnis telah terhenti akibat aksi demonstrasi tersebut.
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah mengecam aksi kekerasan dan perusakan yang dilakukan para demonstran di wilayahnya. Dia menyatakan mereka yang telah berpartisipasi dalam demonstrasi selama hampir tujuh bulan terakhir merupakan musuh rakyat.
"Kekerasan telah jauh melampaui seruan dan para demonstran sekarang menjadi musuh rakyat," kata Lam pada Selasa lalu.
Dia menegaskan tidak akan memenuhi tuntutan politik massa pengunjuk rasa. "Saya membuat pernyataan ini jelas dan keras; itu tidak akan terjadi," ujarnya.
Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni lalu. Pemicu utama pecahnya demonstrasi di Hong Kong adalah rancangan undang-undang ekstradisi (RUU). Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana.
Sebab, jika disahkan RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke Cina daratan. Hong Kong telah secara resmi menarik RUU tersebut. Namun, hal itu tak serta merta menghentikan aksi demonstrasi.
Massa mendesak Lam mundur dari jabatannya karena dinilai terlalu lekat dengan Pemerintah Cina. Mereka pun mendesak otoritas Hong Kong menyelidiki aksi kekerasan yang dilakukan aparat terhadap para pendemo.