REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT CITY -- Perdana Menteri Kuwait Jaber Al-Mubarak Al-Sabah mengundurkan diri dari jabatannya. Hal itu diungkap seorang juru bicara pemerintah pada Kamis (14/11).
Pengunduran diri terjadi setelah anggota parlemen Kuwait mengajukan mosi tidak percaya tidak percaya terhadap Menteri Dalam Negeri Kuwait Sheikh Khalid al-Jarrah al-Sabah pada Selasa (12/11).
Anggota parlemen telah mempertanyakan Sheikh Khalid atas tuduhan penyelahgunaan kekuasaan. Namun dia telah menyangkal tudingan itu.
Pada Jumat pekan lalu, menteri pekerjaan umum Kuwait pun telah mengundurkan diri. Dia dicecar parlemen tentang kerusakan akibat banjir yang melanda negara tersebut setelah hujan lebat mengguyur.
Emir Kuwait Sheikh Sabah Al-Ahmad Al-Jaber masih harus menerima pengunduran diri mereka. Setelah itu, Sheikh Sabah akan meminta kabinet baru untuk dibentuk.
Kuwait dikenal memiliki sistem politik paling terbuka di antara negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk. Pemimpin pemerintahan dipimpin seorang perdana menteri yang dipilih oleh sang emir.
Perdana menteri memiliki kekuasaan akhir dalam menangani masalah negara. Sementara pos senior ditempati anggota keluarga yang berkuasa.
Parlemen Kuwait memiliki kekuasaan mengeluarkan undang-undang untuk menanyai para menteri. Gesekan antara parlemen dan kabinet telah menyebabkan seringnya terjadi perombakan atau pembubaran kabinet.