REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, Bolivia berada di ambang kekacauan dan ada kekosongan kekuasaan. Hal itu setelah Evo Morales yang berada di bawah tekanan, mundur sebagai presiden pada Ahad (10/11).
Ketika berbicara di hadapan awak media di Brasilia pada KTT BRICS, Putin menyebutkan bahwa ia berharap siapa pun yang berkuasa di Bolivia dapat melanjutkan kerja sama dengan Moskow.
"Muncul situasi di mana tidak ada otoritas sama sekali," kata Putin. "Negara itu berada di ambang kekacauan."
"Sekejap semuanya berubah di Amerika Latin. Mari kita berharap akal sehat akan menang."
Moskow memilik kepentingan komersial di Bolivia. Di negara itu, badan nuklir negara Rusia sedang membangun sebuah pusat nuklir. Morales baru saja pada Juni berkunjung ke Moskow untuk mengelar pembicaraan dengan Putin, menunjuk litium dan gas sebagai area kerja sama.
Sebelumnya pada Kamis, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan Moskow siap bekerja sama dengan pemimpin sementara Bolivia. Namun, mereka menekankan bahwa pemimpin tersebut, Jeanine Anez berkuasa tanpa mendapatkan kuorum penuh di parlemen.
Jeanine pada Selasa (12/11) menjadi presiden sementara Bolivia setelah Morales mundur di tengah situasi, yang dilihat Rusia seperti kudeta yang dirancang. Kementerian Luar Negeri Rusia pekan ini menuding oposisi Bolivia memicu kekerasan yang membuat Morales tak dapat menyelesaikan mandatnya.