REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan pertempuran melawan Israel belum berakhir. Hal tersebut dia sampaikan setelah eskalasi di Jalur Gaza mereda pascakonfrontasi antara Israel dan kelompok Jihad Islam.
"Kemenangan kita di babak sebelumnya tidak dihitung oleh jumlah roket yang ditembakkan atau oleh kerugian yang berkelanjutan, tapi oleh fakta perlawanan telah sepenuhnya melumpuhkan entitas Israel," kata Haniyeh pada Ahad (17/11), dikutip laman Xinhua.
Pernyataan itu dibuat Haniyeh setelah memberikan ucapan belasungkawa kepada keluarga Abu Malhous. Saat Israel menggempur basis Jihad Islam di Gaza, keluarga Abu Malhous turut menjadi korban. Dia kehilangan delapan anggota keluarganya.
Pekan lalu, Israel membombardir Gaza dengan serangan udara. Mereka membidik kelompok perlawanan Palestina Jihad Islam. Tel Aviv menuding Jihad Islam sebagai kelompok yang telah melancarkan serangkaian serangan terhadapnya.
Serangan Israel menyebabkan komandan Jihad Islam Baha Al-Atta dan istrinya terbunuh. Anggota Jihad Islam segera melakukan serangan balasan dengan meluncurkan sejumlah roket ke Israel. Namun, roket-roket itu dapat dihalau oleh sistem pertahanan Iron Dome milik Israel.
Roket diluncurkan dari Jalur Gaza menuju Israel, Rabu (13/11). Pesawat Israel menyerang sasaran Jihad Islam di seluruh Jalur Gaza.
Militer Israel kemudian melakukan serangan balasan ke Gaza dan menyebabkan 35 warga, termasuk wanita dan anak-anak tewas. Menteri Pertahanan Israel Naftali Bennett sempat menegaskan negaranya tak ragu membunuh target yang mengancam Israel.
"Siapa pun yang berencana menyakiti kita di siang hari, tidak akan pernah aman melewati malam itu," ucapnya.
Saat situasi kian memanas, Mesir berinisiatif memediasi kedua belah pihak. Kairo berhasil membuat mereka menyepakati gencatan senjata.
PBB mendesak Israel menyelidiki serangan yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil di Gaza. Namun, Israel belum secara resmi menanggapi seruan tersebut.