REPUBLIKA.CO.ID, QUITO -- Majelis Nasional Ekuador menolak paket reformasi pajak dan moneter yang diusulkan Presiden Lenin Moreno, Ahad (17/11). Penolakan ini menjadi sebuah pukulan baru dalam upaya mengurangi defisit fiskal yang memberatkan negara.
"Dengan 70 suara setuju, pleno Majelis Nasional memutuskan menolak dan mengarsipkan tagihan pertumbuhan ekonomi," kata legislatif di Twitter.
Rancangan Undang Undang pemerintah bertujuan meningkatkan pengumpulan pajak melalui peningkatan beberapa pajak dan kontribusi khusus. Nantinya, perusahaan dengan pendapatan lebih dari satu juta dolar per tahun akan terkena imbas aturan itu.
Aturan itu pun memberikan otonomi kepada bank sentral negara dan mencegahnya menjadi sumber langsung pembiayaan pemerintah. Beberapa proposal ditentang oleh gerakan masyarakat adat dan organisasi sosial, sementara yang lain dipertanyakan oleh sektor bisnis. Pemerintah, yang berharap dapat mengumpulkan lebih dari 700 juta dolar AS tahun depan melalui reformasi, belum mengomentari keputusan majelis.
Pada pertengahan Oktober, Moreno mengabaikan langkah-langkah mengakhiri subsidi bahan bakar setelah hampir dua pekan protes keras mengguncang Andean. Setelah membatalkan dekrit yang menaikkan harga bensin dan solar, Moreno membuka putaran dialog dengan gerakan masyarakat adat. Kesepakatan belum tercapai.
"Tekanan sosial pertama mencapai pencabutan dekrit 883 (subsidi bahan bakar) dan hari ini menjatuhkan pembebanan IMF lain yang merusak hak-hak rakyat dan berbahaya bagi negara," kata kelompok masyarakat CONAIE di Twitter setelah penolakan paket reformasi Moreno.
Reformasi muncul karena dorongan perjanjian pinjaman yang dicapai pemerintah pada bulan Februari dengan Dana Moneter Internasional (IMF) sekitar 4,2 miliar dolar AS. Ekuador memperkirakan defisit fiskal sekitar 3,6 miliar dolar AS tahun ini, dengan rencana untuk menurunkannya menjadi 3,4 miliar dolar AS pada 2020.