REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Dokumen Pemerintah Cina yang bocor menyebutkan bahwa Muslim yang ditahan di kamp-kamp Cina sebagai orang dengan 'pikiran yang tidak sehat'. Bocoran itu diungkap oleh surat kabar AS, The New York Times, setelah media tersebut menerima 400 halaman dokumen internal.
Dalam dokumen internal, Partai Komunis itu menunjukkan bagaimana pejabat tinggi, hingga Presiden Xi Jinping, menggambarkan perlawanan Uighur dalam istilah seperti 'virus' atau 'kanker' yang perlu diberantas. Bocoran dokumen pemerintah itu memperlihatkan banyaknya pelajar Muslim China yang kembali ke rumah saat liburan kuliah dan mendapati anggota keluarga mereka telah dibawa pergi ke kamp-kamp penahanan. Mereka yang dibawa pergi itu disebut dibawa pergi karena 'pikiran yang tidak sehat'.
Para pemuda dari komunitas etnis minoritas Uighur di provinsi Xinjiang lantas diberitahu bahwa orang yang mereka cintai tengah menjalani pelatihan. Sementara itu, menurut surat kabar tersebut, pejabat setempat diperintahkan untuk bertemu para pelajar pada saat mereka masuk kembali ke kampus untuk menjelaskan tentang kerabat mereka. Kerabat yang ditahan itu disebut sebagai orang yang rentan terhadap ekstremisme Islam. Mereka dilaporkan ditahan untuk kebaikan mereka sendiri.
"Tidak peduli berapa usianya, siapa pun yang telah terinfeksi oleh ekstremisme agama harus menjalani studi," demikian salah satu respons dalam tulisan tanya-jawab untuk para pejabat di Turpan, Xinjiang selatan, tentang cara menanggapi pertanyaan siswa yang khawatir, seperti dilansir di The Independent, Senin (18/11).
Setidaknya, diperkirakan sekitar satu juta orang dari etnis minoritas di China telah ditahan di kamp-kamp yang secara khas diselimuti kerahasiaan. Namun, penelitian terbaru menunjukkan jumlah total dari mereka yang ditahan bisa jauh lebih banyak.
Banyak warga Uighur dari Xinjiang yang pergi mengenyam pendidikan di universitas di luar wilayah tersebut. Wilayah Uighur sendiri menjadi tempat penindasan terhadap komunitas Muslim minoritas.
Dalam panduan yang bocor tersebut, para pejabat dikatakan agar memberi tahu para pelajar Uighur bahwa keluarga mereka berada di sekolah pelatihan yang didirikan oleh pemerintah untuk menjalani pelatihan sistematis kolektif. Para pelajar itu diminta untuk tenang dan diberi penegasan bahwa orang yang hilang di wilayah mereka ada di tangan yang baik. Meskipun, mereka yang ditahan itu tidak dapat dikunjungi atau pun meninggalkan kamp pelatihan tersebut.
"Anda sama sekali tidak perlu khawatir tentang apa yang mereka lakukan," demikian isi dokumen tersebut yang meminta para pejabat untuk mengatakannya kepada para pelajar Uighur.
Sementara itu, dalam dokumen itu juga disebutkan bahwa biaya sekolah untuk masa studi mereka yang ditahan, serta biaya makanan dan hidup mereka dikatakan gratis. Pemerintah menghabiskan dana sebesar 3 dolar per hari untuk makanan setiap orang yang ditahan itu.
Namun, jika ada siswa yang gelisah atau terus mengajukan pertanyaan, The New York Times melaporkan bahwa jawaban yang diberikan menjadi kurang meyakinkan dan lebih tegas. Para pelajar itu diberitahu bahwa pembebasan tergantung pada sistem berbasis poin dan kerabat tersebut harus tinggal lebih lama jika anggota keluarga mereka melakukan segala cara untuk menghentikan mereka mendapatkan poin tersebut. Misalnya, dengan menyebarkan desas-desus.
Selain itu, panduan itu juga mengklaim bahwa studi mereka tidak akan terpengaruh jika anggota keluarga mendapatkan uang dengan bekerja di pertanian. Pemerintah mengklaim hal yang akan membantu ialah dengan biaya, dan tersedia juga pinjaman dan 'tunjangan kemiskinan'.
Di sisi lain, para pelajar juga diberitahu bahwa kerabat mereka bukan penjahat, melainkan pemikiran mereka terinfeksi oleh pikiran yang tidak sehat. Dikatakan, bahwa kebebasan hanya mungkin terjadi jika 'virus' dalam pemikiran mereka itu diberantas.
Menanggapi pertanyaan tentang mengapa kerabat mereka tidak dapat berlatih di rumah, para pejabat itu diberitahu agar menjawabnya dengan panduan yang telah diberikan.
"Jika Anda tidak sepenuhnya sembuh, segera setelah anda kembali ke rumah anda akan menginfeksi keluarga anda dengan virus ini, dan seluruh keluarga anda akan jatuh sakit."
Sementara itu, dokumen lainnya yang bocor menunjukkan bahwa orang yang memiliki jenggot panjang, tidak meminum minuman keras atau merokok, serta belajar bahasa Arab, terdaftar sebagai alasan seseorang harus ditahan. Mereka dinilai mengisyaratkan radikalisasi atau keyakinan anti-pemerintah.
Interaksi yang ditulis dengan anggota keluarga yang kembali itu membentuk upaya untuk mengendalikan bagaimana orang-orang China lainnya memandang penghapusan atas orang-orang Uighur dari komunitas.
"Siswa yang kembali dari bagian lain China memiliki ikatan sosial yang luas di seluruh negeri. Saat mereka mengeluarkan pendapat yang salah tentang WeChat, Weibo, dan platform media sosial lainnya, dampaknya tersebar luas dan sulit untuk diberantas," demikian isi salah satu dokumen yang dilihat oleh The New York Times.
China telah mempertahankan pusat pelatihan bagi kelompok minoritas Muslim itu untuk memerangi terorisme dan ekstremisme, setelah serangkaian serangan dilakukan di wilayah Xinjiang. Namun demikian, penahanan massal orang Uighur dan etnis Kazhak serta Muslim Uzbekistan itu mendapat kecaman dari negara-negara lain. Penahanan yang dilakukan sejak 2017 itu dinilai sebagai masalah atas hak asasi manusia.