Rabu 20 Nov 2019 07:56 WIB

PLO-Hamas Bersatu Kecam Sikap AS

Sikap AS dinilai merupakan serangan kepada warga Palestina.

Desa Khan al-Ahmar, Palestina yang akan digusur Israel untuk perluasan permukiman yahudi. (ilustrasi)
Foto: The Jerussalem Post
Desa Khan al-Ahmar, Palestina yang akan digusur Israel untuk perluasan permukiman yahudi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat mengutuk langkah Amerika Serikat (AS) yang tak lagi memandang permukiman Israel di wilayah Palestina ilegal. Dia menegaskan, apa yang dilakukan Israel terhadap Palestina jelas melanggar hukum internasional.

"Permukiman Israel mencuri tanah Palestina, merebut, dan mengeksploitasi sumber daya alam Palestina. (Israel) memecah belah, memindahkan, dan membatasi pergerakan rakyat Palestina. Singkatnya, perusahaan permukiman kolonial Israel melanggengkan negasi hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri," kata Erekat dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA, kemarin. Saat ini, PLO merupakan faksi Palestina yang menguasai Tepi Barat, wilayah yang paling kerap terdampak permukiman ilegal Israel.

Baca Juga

Menurut Erekat, langkah AS dinilai mengancam sistem internasional. Sebab, hukum dan sistem internasional, termasuk di dalamnya resolusi Dewan Keamanan PBB dan putusan Mahkamah Internasional, jelas mendefinisikan permukiman Israel ilegal. "Di bawah Statuta Roma dari Mahkamah Pidana Internasional, kebijakan permukiman lama Israel di Palestina yang diduduki termasuk dalam definisi kejahatan perang," ujar Erekat.

Dia mengatakan, masyarakat internasional harus mengambil semua langkah yang diperlukan dalam merespons perilaku AS yang tak bertanggung jawab. Penyebabnya, Washington telah menimbulkan ancaman bagi stabilitas, keamanan, dan perdamaian global. "Satu-satunya cara menuju tercapainya perdamaian di Palestina, Israel, dan seluruh Timur Tengah adalah dengan kebebasan dan kemerdekaan negara Palestina di perbatasan 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," ucap Erekat.

Kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza juga mengecam pernyataan Mike Pompeo. "Pernyataan pejabat AS itu (Pompeo) menegaskan, pihaknya merupakan mitra dalam serangan terhadap rakyat kami dan hak-hak mereka," ujar juru bicara Hamas Hazim Kasim dalam sebuah pernyataan pada Senin (18/11), dikutip laman Anadolu Agency.

Kasim menyatakan secara tegas, permukiman Israel di wilayah Palestina adalah kejahatan perang. "Israel mengusir pemilik tanah dan membangun permukiman menggunakan kekuatan serta membawa warga Israel ke sana dari seluruh dunia," ujarnya.

Saat ini terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Permukiman itu dihuni sekitar 650 ribu warga Yahudi Israel. Masifnya pembangunan permukiman ilegal, termasuk di Yerusalem Timur, dinilai menjadi penghambat terbesar untuk mewujudkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina.

Pendudukan Israel terhadap Palestina merupakan pendudukan terpanjang di dunia modern. Hal itu disampaikan pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia (HAM) di wilayah Palestina Micharl Lynk saat menguraikan laporannya di Majelis Umum PBB pada 23 Oktober lalu. "Israel telah menduduki Palestina selama 52 tahun, pendudukan berperang terpanjang di dunia modern," ucapnya, dilaporkan laman UN News.

Dia mengatakan, komunitas internasional masih enggan mengambil tindakan tegas atas pendudukan yang dilakukan Israel terhadap Palestina. "Komunitas internasional telah menerbitkan resolusi dan deklarasi yang tak terhitung jumlahnya yang mengkritik pendudukan Israel yang tak pernah berakhir. Waktu telah lama berlalu untuk mencocokkan kritik ini dengan konsekuensi efektif," ujar Lynk.

Terkait hal tersebut, dia merekomendasikan agar masyarakat internasional menyusun daftar tindakan pencegahan yang efektif serta sesuai dan proporsional dengan keadaan itu. Jika Israel tetap tak bereaksi, mereka harus meningkatkan dan menerapkan jangkauan penanggulangan yang ditargetkan hingga Tel Aviv mematuhinya. n kamran dikarma, ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement