REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Badan Hak Asasi Manusia PBB prihatin soal penggunaan amunisi langsung dalam protes Iran. Pihak PBB mendesak pihak berwenang Iran untuk mengekang penggunaan kekuatannya dalam membubarkan protes yang dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar itu.
Juru bicara HAM PBB Rupert Colville juga meminta pihak berwenang di Iran memulihkan layanan internet yang terputus sejak Sabtu (16/11). "Iran harus menjunjung tinggi hak para demonstran untuk kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai," kata Colville.
Colville mendapatkan laporan bahwa terdapat belasan korban terbunuh. Menurutnya jumlah korban adalah masalah sangat serius.
Pemimpin Tertinggi Iran ayatollah Ali Khamenei menyalahkan kekacauan di Iran pada musuh-musuh asing Iran termasuk Amerika Serikta (AS) yang menerapkan sanksi. Dia mengecam pengunjuk rasa dan mengatakan mereka 'penjahat'.
Unjuk rasa Iran meletus di sekitar 100 kota. Aksi yang menjadi kekerasan akhirnya menyebar lebih cepat dibandingkan aksi pada 2017 dan 2009.
Belum diketahui skala kerusuhan yang dipicu pengumuman pembatasan dan kenaikan harga bahan bakar sebesar 50 persen dan pembatasan yang mengizinkan warga membeli 60 liter bensin per bulan. Pihak berwenang membatasi akses internet agar media sosial tidak dapat digunakan untuk mengatur unjuk rasa dan menyebarkan video.
Namun, tampaknya, gejolak kali ini lebih serius dibandingkan kerusuhan 2017 lalu. Saat itu, ada 22 orang dilaporkan tewas dalam unjuk rasa di puluhan kota. Demonstrasi dua tahun lalu dipicu buruknya standar hidup dan tuntutan agar sejumlah petinggi Muslim Syiah mundur.
Pemerintahan Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, kenaikan harga bahan bakar bertujuan meningkatkan subsidi keluarga berpenghasilan rendah menjadi sekitar 2,55 miliar per tahun. Kebijakan itu untuk 18 juta keluarga berpenghasilan rendah di Iran.