REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon mengatakan, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menggunakan momentum penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Suriah untuk mengorganisir kelompoknya. Menurut Pentagon, ISIS mempersiapkan serangan baru terhadap negara Barat.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya menarik 1.000 tentara AS dari timur laut Suriah yang mencegah bentrokan Turki dan milisi Kurdi Suriah. Langkah Trump memicu serangan ofensif oleh Turki yang bertujuan menghancurkan milisi Kurdi.
"ISIS mengeksploitasi serangan Turki dan penarikan pasukan AS selanjutnya untuk membangun kembali kemampuan dan sumber daya di dalam wilayah Suriah. Mereka juga memperkuat kemampuannya merencanakan serangan di luar negeri," ujar Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan AS dalam sebuah laporan yang dikutip al Arabiya, Rabu (20/11).
Pentagon mengatakan, ISIS diprediksi akan memiliki waktu dan ruang untuk menargetkan Barat, dan memberikan dukungan kepada 19 cabang dan jaringan globalnya. "Dalam jangka panjang mungkin mereka akan berusaha mendapatkan kembali kendali atas beberapa pusat populasi Suriah dan memperluas jejak globalnya," ujar pernyataan tersebut.
Sementara itu, kematian pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi menurut Pentagon akan berdampak kecil pada kemampuan ISIS menyusun kembali kepemimpinannya. ISIS telah mengaktifkan sel-sel tidur untuk meningkatkan serangan terhadap milisi yang dipimpin Kurdi dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF). SDF diandalkan oleh AS dalam perang melawan ISIS.
Pada 2014, milisi dari ISIS yang baru dibentuk telah memusnahkan sebagian besar jantung wilayah Sunni di Iran dan Suriah untuk menyatakan "kekhalifahan". Laporan tersebut juga menyatakan, bahwa pasukan AS di Suriah terus mempersenjatai SDF, meski berhenti melatih mereka. Pada akhir kuartal ketiga, SDF memiliki 100 ribu milisi.