REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pejabat Gedung Putih yang bersaksi dihadapan House of Representative mengatakan mereka khawatir dengan upaya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta Ukraina menyelidiki lawan politiknya. Salah satu pejabat mengatakan hal itu mengejutkan.
"Sejujurnya saya tidak percaya apa yang saya dengar, itu mungkin elemen mengejutkan, yang dalam hal tertentu, ketakutan terburuk saya bagaimana kebijakan Ukraina kami bisa dimainkan," kata Letnan Kolonel Alex Vindman dalam kesaksiannya, Selasa malam (19/11).
Vindman adalah pakar Ukraina di Gedung Putih. Ia mengenakan seragam lengkapnya saat bersaksi di penyelidikan pemakzulan Trump. Ini pertama kalinya House memanggil pejabat Gedung Putih ke pertemuan terbuka.
Vindman mengatakan permintaan Trump kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada Juli lalu tidak pantas. Permintaan yang disampaikan dalam sambungan telepon itu menjadi pusat penyelidikan pemakzulan Trump.
Saat Vindman bersaksi, akun resmi Gedung Putih menyerang penilaiannya. Vindman orang yang ditunjuk Gedung Putih untuk memimpin Dewan Keamanan Nasional (NSC) wilayah Eropa.
Dua orang pejabat Gedung Putih lainnya, yakni Jenifer Williams dan Tim Morrison juga mengatakan mereka khawatir dengan sifat politis sambungan telepon itu. Dalam kesaksiannya, Williams mengatakan percakapan Trump dengan Zelenskiy tidak biasanya dan tidak pantas.
"(Karena) melibatkan pembahasan yang tampaknya urusan politik dalam negeri," kata Williams.
Morisson mengatakan ia tidak melihat ada hal yang tidak pantas dalam percakapan itu. Tapi ia sempat khawatir bila isi pembicaraan bocor dan merusak dukungan terhadap Ukraina yang bipartisan.
"Saya ingin aksesnya dibatasi," kata Morisson.
Dalam sambungan telepon itu, Trump meminta Zelenskiy melakukan dua penyelidikan yang akan menguntungkannya secara politis. Ia meminta presiden Ukraina menyelidiki mantan Wakil Presiden dan kandidat calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden dan putranya, Hunter Biden.
Dalam percakapan itu mereka juga membahas teori konspirasi, yaitu Ukraina bukan Rusia yang ikut campur dalam pemilihan umum 2016. Teori konspirasi ini banyak dibahas dan dipercayai oleh sekutu-sekutu Trump.