REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Seorang pejabat senior Palestina menyebut bahwa pihaknya akan meminta adanya pertemuan darurat dengan para menteri luar negeri di Timur Tengah. Pertemuan tersebut untuk membahas perubahan kebijakan AS tentang legalitas permukiman Israel.
Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat, mengatakan perubahan kebijakan itu berbahaya bagi keamanan dan perdamaian internasional. Hal ini akan membuka keran kekacauan.
"Posisi AS akan membuka pintu bagi kekerasan, ekstremisme, kekacauan dan pertumpahan darah," kata dia dalam konferensi pers di Ramallah sebagaimana dilansir dari Anadolu Agency, Rabu (20/11).
Erekat mengatakan sudah ada langkah awal yang dilakukan Presiden Palestina Mahmud Abbas. Dia menuturkan, Mahmud Abbas telah mengadakan kontak dengan sejumlah negara dan organisasi internasional untuk menentang pengumuman AS soal perubahan kebijakan tentang legalitas permukiman Israel itu.
AS melalui Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah mengumumkan perubahan kebijakan soal permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki. Perubahan kebijakan ini menguntungkan para pemukim Israel sehingga mereka tidak akan lagi dipandang ilegal.
Dengan demikian, pemerintahan AS saat ini menolak pendapat hukum Departemen Luar Negeri AS 1978. Pendapat ini menyatakan bahwa permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki tidak konsisten dengan hukum internasional.
Sekitar 650 ribu orang Yahudi Israel saat ini tinggal di lebih dari 100 permukiman yang dibangun sejak 1967, ketika Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Palestina menginginkan wilayah ini bersama dengan Jalur Gaza untuk pembentukan negara Palestina di masa depan
Hukum internasional memandang Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai wilayah pendudukan dan menganggap semua aktivitas pembangunan permukiman Yahudi di sana ilegal.