REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran menolak pernyataan pengawas Hak Asasi Manusia, Amnesty Internasional soal jumlah korban terbunuh dalam aksi demonstrasi baru-baru ini. Iran mengatakan angka itu palsu, dan menyebut badan internasional itu adalah organisasi yang bias.
Juru bicara PBB untuk Teheran Alireza Miryousefi menilai pernyataan Amnesty tentang korban terbunuh itu sebagai bagian dari kampanye disinformasi yang dilakukan terhadap Iran dari luar negeri. "Setiap angka korban yang tidak dikonfirmasi oleh pemerintah adalah spekulatif dan tidak dapat diandalkan," ujar Miryousefi seperti dikutip Aljazirah, Kamis (21/11).
Dalam sebuah pernyataan kemarin, Amnesti Internasional yang berbasis di Inggris menuduh pasukan keamanan Iran menggunakan kekuatan berlebihan dan mematikan dengan tujuan menghancurkan demokrasi sejak demonstrasi dimulai Jumat pekan lalu. Amnesty mencatat, setidaknya ada 106 korban tewas yang tersebar di 21 kota di Iran. Data itu diperoleh dari keterangan saksi mata, bukti video yang terverifikasi, dan informasi aktivis HAM di sana.
Sejumlah korban tewas akibat ditembak penembak jitu yang disiagakan di atap-atap gedung. Ada pula penembak jitu yang membidik dari helikopter.
Amnesty melihat pola mengerikan dari aksi pembunuhan yang dilakukan pasukan keamanan Iran. Kekuatan berlebih telah dikerahkan untuk menghancurkan aksi demonstrasi damai.
"Organisasi yakin korban tewas sesungguhnya kemungkinan lebih banyak, dengan beberapa laporan memperkirakan 200 orang terbunuh," kata Amnesty International dalam sebuah pernyataan pada Selasa (19/11).
Iran diguncang aksi demonstrasi nasional yang dipicu kemarahan penduduk oleh pengumuman penjatahan bensin, serta pemangkasan subsidi hingga kenaikan harga bensin sampai 50 persen. Para pejabat Iran mengatakan, kenaikan harga yang tinggi itu sangat penting sebab sanksi Amerika Serikat (AS) menghancurkan ekonomi negara berbasis minyak itu. Pemerintah mengatakan, dana yang dihimpun dari kenaikan harga bensin nantinya akan diberikan kepada orang-orang termiskin di negara itu.
Pemerintah mengatakan, kenaikan harga dimaksudkan untuk meningkatkan sekitar 2,55 miliar dolar AS per tahun untuk subsidi tambahan 18 juta keluarga yang berjuang dengan pendapatan rendah.
Laporan Amnesty mengatakan pasukan keamanan menimbulkan kebrutalan terhadap demonstran di 21 kota, termasuk penembak jitu yang menembakkan peluru langsung ke kerumunan demonstrasi dari atap rumah dan helikopter.
"Tuduhan tak berdasar dan angka-angka palsu oleh entitas Barat yang bias tidak menggoyahkan tekad pemerintah dalam membuat keputusan ekonomi yang bijaksana sambil menghormati hak asasi manusia rakyatnya, termasuk untuk secara bebas menggunakan hak mereka untuk memprotes dalam lingkungan yang damai," kata Miryousefi.