Kamis 21 Nov 2019 19:00 WIB

Hamas: AS Lakukan Pembantaian Politik

Hamas menyebut keputusan AS soal permukiman Israel sebagai pembantaian politik

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Seorang gadis Palestina mencoba meninju seorang tentara Israel saat unjuk rasa memprotes perluasan permukiman Yahudi di desa Halamish, dekat Ramallah, Jumat (2/11).
Foto: AP/ Majdi Mohammed
Seorang gadis Palestina mencoba meninju seorang tentara Israel saat unjuk rasa memprotes perluasan permukiman Yahudi di desa Halamish, dekat Ramallah, Jumat (2/11).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengecam langkah terbaru Amerika Serikat (AS) yang tak lagi menganggap ilegal permukiman Israel di wilayah Palestina. Menurut dia, Washington telah melakukan pembantaian politik.

"Keputusan yang diumumkan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo terkait dengan permukiman Israel adalah pembantaian politik berbahaya yang menghiasi pertumpahan darah dan kejahatan yang dilakukan oleh pendudukan," kata Haniyeh pada Rabu (20/11) dikutip laman Middle East Monitor.

Baca Juga

Dia menilai langkah terbaru AS tersebut telah mencerabut hak rakyat Palestina untuk tetap berada dan tinggal di tanahnya. "Keputusan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian posisi AS yang bertujuan merusak prinsip-prinsip perjuangan Palestina, Yerusalem, pengungsi, dan hari ini, permukiman," ujarnya.

Haniyeh menegaskan bahwa rakyat Palestina akan melawan langkah AS tersebut. "Palestina tidak akan tinggal diam di depan pembantaian politik dan berdarah ini dan mereka akan tetap berpegang pada hak-hak mereka serta membela mereka," kata dia.

Pada Senin lalu Pompeo mengumumkan bahwa negaranya tak lagi menganggap permukiman Israel di wilayah Palestina ilegal. Washington menilai hal itu tak bertentangan dengan hukum internasional.

Israel menyambut langkah terbaru AS tersebut. Tel Aviv berterima kasih pada Presiden AS Donald Trump atas dukungannya yang teguh dan konsisten terhadapnya.

Hukum internasional memandang Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai wilayah pendudukan. Hukum internasional mengatur bahwa penguasa pendudukan tidak dapat membangun permukiman sipil di wilayah yang diduduki.

Saat ini terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Permukiman itu dihuni sekitar 650 ribu warga Yahudi Israel. Masifnya pembangunan permukiman ilegal, termasuk di Yerusalem Timur, dinilai menjadi penghambat terbesar untuk mewujudkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement