REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar, menyatakan pihaknya tidak pernah menggunakan senjata terlarang dalam operasi anti-terornya di Suriah utara.
Turki tidak menggunakan dan tidak akan menggunakan amunisi atau senjata kimia apa pun yang dilarang oleh hukum dan perjanjian internasional.
Hal itu disampaikan Akar menyusul adanya Operasi Musim Semi Perdamaian yang diluncurkan untuk menghilangkan teroris dari Suriah utara, di sebelah timur Sungai Efrat, dilansir dari Anadolu Agency, Jumat (22/11).
Akar mengatakan sekitar 1.200 teroris telah dinetralkan sejak peluncuran operasi. Dia mengungkapkan, sebagai bagian dari Operation Peace Spring, 4.300 kilometer persegi (1.660 mil persegi) area dan 600 pemukiman telah dikendalikan, sementara pos-pos pemeriksaan dipasang di sepanjang jalan raya M-4 yang strategis.
Menteri Akar juga mencatat bahwa sekitar 158 anggota organisasi teroris juga dinetralkan sejak Turki meluncurkan Operasi Claw di Irak utara.
Pihak berwenang sering menggunakan kata "dinetralkan" dalam pernyataan untuk menyiratkan teroris yang dimaksud menyerah atau dibunuh atau ditangkap.
Turki pada 9 Oktober meluncurkan Operation Peace Spring untuk melenyapkan kelompok milisi Kurdi dari Suriah utara, di sebelah timur Sungai Eufrat untuk mengamankan perbatasan Turki, membantu dalam pengembalian yang aman bagi para pengungsi Suriah dan memastikan integritas wilayah Suriah.
Ankara mencapai dua kesepakatan terpisah dengan Washington dan Moskow bulan lalu, yang menurutnya setuju untuk menghentikan operasinya untuk memungkinkan milisi Kurdi untuk menarik diri dari zona aman yang direncanakan, tempat Turki ingin memulangkan jutaan pengungsi Suriah yang saat ini menjadi tuan rumah.
Pada 27 Mei, Turki meluncurkan Operasi Cakar terhadap milisi Kurdi di wilayah Hakurk di Irak utara, diikuti oleh fase kedua dan ketiga pada Juli dan akhir Agustus.