REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam keputusan Jaksa Agung Israel untuk menuntutnya terkait kasus suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan dalam skandal korupsi pada Kamis (21/11). Menurut dia, hal itu merupakan percobaan kudeta terhadap dirinya.
"Malam ini kami adalah saksi dari percobaan kudeta pemerintah terhadap perdana menteri, menggunakan tuduhan palsu dan investigasi kotor," kata Netanyahu dalam pidato yang disiarkan televisi tak lama setelah Jaksa Agung Israel mengumumkan dakwaannya.
Dia menuding Jaksa Agung Avichai Mendelbit menerbitkan surat dakwaan pada waktu yang sensitif yakni menjelang pemilu ulang Israel. "Waktu pengambilan keputusan membuat proses hukum terhadap saya dipertanyakan. Kami membutuhkan aparat penegak hukum yang dipercaya publik," ucapnya dilansir Reuters.
Netanyahu menegaskan tidak akan mundur dari jabatannya. "Saya akan terus memimpin negara, menurut surat hukum, dengan tanggung jawab, pengabdian, dan kepedulian untuk semua masa depan kita," ujarnya.
Dia memang tidak memiliki kewajiban hukum untuk mengundurkan diri. Namun dakwaan oleh Jaksa Agung dapat memperkuat para pihak yang menentang dan menghendakinya terdepak dari posisi perdana menteri.
Pemimpin Blue and White Party Benny Gantz menyentil klaim Netanyahu tentang adanya percobaan kudeta. "Tidak ada kudeta di Israel. Hanya tawaran (oleh Netanyahu) untuk menggantung kekuasaan," ucapnya melalui akun Twitter pribadinya. Gantz merupakan pesaing Netanyahu dalam pemilu Israel September lalu.
Mendelbit mendakwa Netanyahu atas tiga kasus yang berbeda yakni penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan. "Ini adalah hari yang sulit dan menyedihkan," katanya saat mengumumkan ketiga dakwaan terhadap Netanyahu tersebut. Namun dia menegaskan sudah menjadi tugasnya untuk memastikan tak ada seorang pun di Israel yang berada di atas hukum.
Dalam kasus pelanggaran kepercayaan dan penipuan, terdapat dugaan keterlibatan produser Hollywood-Israel Arnon Milchan. Dia diduga diminta membeli barang-barang mewah untuk Netanyahu dan istrinya. Kasus tersebut dikenal dengan istilah "1000".
Dalam kasus kedua, Netanyahu diduga membuat kesepakatan peliputan media dengan pemimpin redaksi harian Yedioth Ahronoth, Arnon Mozes. Dalam kasus yang dikenal dengan istilah "2000" itu, Netanyahu dituduh melanggar kepercayaan publik dan penipuan.
Dalam kasus ketiga yang dikenal dengan istilah "4000", Netanyahu didakwa karena diduga melakukan suap karena memberikan bantuan kepada perusahaan Bezeq Telecom Israel. Imbalannya, Bezeq Telecom memberikan peliputan yang menguntungkan atau berpihak pada Netanyahu di situs webnya.
Dengan pengumuman Jaksa Agung, Netanyahu menjadi perdana menteri pertama dalam sejarah Israel yang didakwa saat menjabat.