Kepemimpinan Iran mengklaim bahwa negara itu telah berhasil mengembalikan kodisinya menjadi kondusif setelah kesusuhan selama beberapa hari, sementara akses internet untuk penduduknya masih sangat dibatasi.
Dalam tiga hari saja, protes di Iran diperkirakan telah menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 1 miliar dolar AS (lebih dari Rp 14 triliun), demikian menurut Netblocks, sebuah organisasi nonpemerintah yang memiliki misi untuk promosikan akses internet gratis di seluruh dunia.
Korban jiwa kemungkinan lebih banyak
Sementara organisasi yang bergerak di bidang hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mengatakan sedikitnya 106 orang di 21 kota di Iran telah tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan. Organisasi itu merujuk kepada rekaman video yang telah diverifikasi, keterangan saksi mata, dan informasi dari para aktivis di luar Iran.
Namun wartawan Iran yang berbasis di Washington, Amerika Serikat, Shahed Alavi, memperkirakan jumlah korban yang tewas sebenarnya jauh lebih tinggi.
"Sumber dari Kementerian Dalam Negeri memberi tahu saya bahwa pemerintah setempat melaporkan telah ada 200 orang meninggal hingga Senin (18/11) tengah hari," kata Alavi kepada DW.
Sejak Jumat (15/11) Alavi beberapa kali merilis video yang dikirimkan kepadanya oleh para pengunjuk rasa dari berbagai kota kecil di perbatasan Iran dengan Irak. Mereka menggunakan akses internet dari Irak karena masih dibatasinya akses internet oleh pemerintah Iran.
Sementara media yang dikontrol oleh negara memberitakan bahwa sejak hari Jumat (15/11), sedikitnya sembilan orang telah tewas. Korban tewas menurut media itu yakni empat orang pengunjuk rasa, tiga anggota Pengawal Revolusi dan dua orang polisi. Sekitar 1.000 orang juga telah ditangkap.
Beberapa pemimpin unjuk rasa yang ditangkap mengatakan mereka dibiayai, diarahkan dan dipersenjatai dengan sumber daya asing, tulis surat kabar Keyhan.
Oleh karena itu pengadilan akan menuntut hukuman mati bagi mereka "sesuai dengan hukum pidana dan peraturan Islam." Surat kabar Keyhan dianggap sebagai corong pemimpin agama.
"Bukan dilakukan oleh warga biasa"
"Apa yang kami alami hari ini adalah serangan terhadap keamanan kami dan bukan tindakan warga biasa," ujar pemimpin spiritual dan politik Ali Khamenei pada Selasa (19/11) malam.
"Iran telah menekan musuh di bidang militer, politik dan keamanan," kata Khamenei. Juru Bicara Kehakiman, Gholamhossein Esmaili, mengatakan keadaan di negara itu telah kembali kondusif.
Di media massa Iran, beredar gambar bank dan pom bensin yang dibakar dan dinyatakan sebagai bentuk sabotase. Juru bicara pemerintah, Ali Rabie, pada hari Rabu (20/11) mengatakan bahwa bahan peledak juga ditemukan di jaringan pipa minyak yang penting. Iran menuduh adanya campur tangan Amerika Serikat atas kerusuhan ini.
Pemerintah AS memberlakukan kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran. Dengan sanksi ekonomi yang parah, AS ingin memaksa pemerintah di Teheran untuk menegosiasikan kembali perjanjian nuklir internasional dan memperbaiki "perilakunya di kawasan itu." Washington telah menyatakan solidaritasnya kepada para demonstran dan mengkritik kekerasan pasukan keamanan dan pemblokiran akses internet oleh Iran.
Baca juga: Iran Semakin Ingkari Kesepakatan Nuklir
Pada Selasa malam, kantor berita semiresmi ISNA melaporkan bahwa pemerintah telah memberikan uang kepada 20 juta warga Iran. Dikatakan bahwa pemberian uang ini adalah sebagai bentuk kompensasi pengurangan subsidi bensin.
Dana ini didistribusikan kepada keluarga yang berhak. Dijanjikan akan ada hingga 60 juta dari sekitar 80 juta orang Iran yang akan memperoleh bantuan ini. Menurut ISNA, pemerintah bermaksud mentransfer uang ke 40 juta orang Iran lainnya dalam beberapa hari mendatang.
(ae/pkp)