Ahad 24 Nov 2019 16:46 WIB

Kashmir: Ancaman Perang dan Nuklir Buat Situasi Fluktuatif

Pemimpin Azad Kashmir menuturkan, proses bilateral Pakistan dan India telah rusak.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Pasukan paramiliter India berjaga di Srinagar, Khasmir (ilustrasi). Pemimpin Azad Kashmir atau wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan, Sardar Masood Khan, menyatakan ancaman perang dan penggunaan senjata nuklir telah membuat situasi di Asia Selatan sangat fluktuatif. Dia menuding India membuat solusi militer.
Foto: Farooq Khan/EPA
Pasukan paramiliter India berjaga di Srinagar, Khasmir (ilustrasi). Pemimpin Azad Kashmir atau wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan, Sardar Masood Khan, menyatakan ancaman perang dan penggunaan senjata nuklir telah membuat situasi di Asia Selatan sangat fluktuatif. Dia menuding India membuat solusi militer.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemimpin Azad Kashmir atau wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan, Sardar Masood Khan, menyatakan ancaman perang dan penggunaan senjata nuklir telah membuat situasi di Asia Selatan sangat fluktuatif. Dia menuding India membuat solusi militer.

Hal itu bertentangan dengan Pakistan dan rakyat Jammu dan Kashmir yang bersikeras pada solusi diplomatik dan politik untuk masalah Kashmir. "Kashmir bukan masalah bilateral. Ini adalah masalah trilateral karena ada tiga pihak dalam perselisihan," kata dia dalam wawancara dengan Anadolu Agency, Ahad (24/11).

Baca Juga

Tiga pihak itu adalah Pakistan, India dan warga Jammu dan Kashmir, yang merupakan pihak paling penting dalam perselisihan itu. Sebab pada 1947 aspirasi mereka tidak dihormati oleh India, dalam hal ini pemerintahnya. Kemudian Dewan Keamanan PBB mengakui ketiga pihak ini.

Ketika India dan Pakistan akan bekerja dengan PBB untuk menciptakan jenis lingkungan dan infrastruktur yang tepat, masyarakat Jammu dan Kashmir harus menentukan masa depan politik mereka dan membuat keputusan akhir.

"Jadi, ketika kita berbicara tentang krisis Kashmir, kita sebenarnya berbicara tentang empat konstituen, Pakistan, India, rakyat Jammu, dan Kashmir, dan PBB. Karena PBB adalah penjamin atau untuk implementasi resolusi Dewan Keamanan dan penjamin untuk perlindungan hak," ujarnya.

Khan menuturkan, saat ini proses bilateral antara Pakistan dan India telah rusak. Bahkan menurutnya sudah tidak ada rezim bilateral. Karena India telah mengambil langkah-langkah sepihak pada 5 Agustus dan mengimplementasikannya pada 31 Oktober.

"Ini semua adalah langkah-langkah unilateral yang telah diambil India di wilayah yang disengketakan. Karena tindakan yang diambil India pada dua tanggal ini, masalah Kashmir telah diinternasionalisasi," tuturnya.

Namun, Khan menilai, negara-negara yang paling kuat untuk memengaruhi keputusan terkait solusi atas persoalan Jammu dan Kashmir itu tidak aktif. Negara-negara tersebut enggan memberikan sinyal kepada Dewan Keamanan PBB bahwa mereka harus mempertimbangkan Kashmir dan datang dengan inisiatif baru untuk penyelesaian sengketa.

"Pemerintah negara-negara ini bungkam dan tidak bertindak, karena kepentingan ekonomi dan strategis yang terkait dengan India. Maka saya menggambarkan peristiwa di Asia Selatan saat ini dengan peristiwa sebelum Perang Dunia II, saat negara-negara berdamai dengan Nazi dan fasis di Eropa. Dunia membayar mahal untuk itu," ucapnya.

Kashmir saat ini berada di bawah blokade komunikasi sejak 5 Agustus, yakni ketika India mencabut status khusus Jammu dan Kashmir, yang telah berlangsung selama 70 tahun terakhir, di bawah ketentuan konstitusi India.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement