Senin 25 Nov 2019 05:59 WIB

PLO Bawa Israel ke Mahkamah Internasional

Data perusahaan pengguna produk permukiman ilegal akan dilansir.

Perempuan Palestina berlari membawa bendera Palestina untuk menghindari serangan gas air mata yang dilancarkan tentara Israel.
Foto: aljazeera
Perempuan Palestina berlari membawa bendera Palestina untuk menghindari serangan gas air mata yang dilancarkan tentara Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina Saeb Erekat menyatakan akan membawa persoalan negaranya ke Mahkamah Internasional (ICC) dalam pertemuan pekan depan. Ia menyatakan Palestina akan mendesak Dewan Yudisial ICC menginvestigasi kejahatan pendudukan Israel.

Ia juga menyatakan akan melansir basis data berisi perusahaan-perusahaan yang menggunakan produk-produk yang dihasilkan di permukiman ilegal. "Siapa pun yang duduk di institusi yang didirikan untuk melindungi HAM dan korban kejahatan perang tak boleh diancam oleh negara mana pun,” kata dia seperti dilansir Wafanews, kemarin.

Baca Juga

Ia juga mengaku telah berkirim surat dengan pimpinan Dewan HAM PBB pada Sabtu (23/11). Ia meminta lembaga tersebut menekan perusahaan-perusahaan yang menggunakan produk dari permukiman ilegal. Selain itu, Erkat juga meminta Dewan HAM PBB tak tunduk terhadap tekanan Amerika Serikat (AS).

Menurut dia, sebagai reaksi atas kebijakan AS melegalkan permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, para pimpinan Palestina akan melakukan aksi di ICC, Dewan Keamanan PBB, dan pertemuan menteri luar negeri negara-negara Arab. Ia juga menyatakan bahwa Liga Arab telah mengeluarkan putusan untuk membekukan hubungan dengan nehgara-negara yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyarankan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) membawa Israel ke Mahkamah Internasional. Pasalnya, menurut Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI KH Muhyiddin Junaidi, selama ini belum ada pihak yang membawa Israel ke Mahkamah Internasional.

Belum lama ini Gambia atas nama OKI membawa Myanmar ke Mahkamah Internasional atas perbuatannya terhadap etnis Rohingya. "Seharusnya (ada) satu negara atas nama OKI yang membawa Israel ke Mahkamah Internasional, tapi belum ada," kata KH Muhyiddin kepada Republika, kemarin.

Ia menyampaikan, saat ini hubungan beberapa negara Arab dengan Israel begitu erat karena ada kepentingan politik dan dagang. Karena itu, perjuangan bangsa Palestina untuk meraih kemerdekaan makin berat.

Menurut dia, sekarang adalah momentum terbaik. Kalau OKI sudah berhasil membawa Myanmar ke Mahkamah Internasional, sebaiknya langkah OKI berikutnya membawa Israel ke Mahkamah Internasional. Pasalnya, Israel sudah melanggar HAM, mengusir, membunuh, dan memersekusi orang Palestina.

Bahkan, Israel membangun ribuan rumah untuk orang Yahudi di Tepi Barat di atas lahan milik bangsa Palestina, sementara bangsa Palestina diusir. Jelas hal tersebut merupakan pelanggaran HAM berat. "Tapi, Israel didukung oleh Amerika Serikat (AS), seakan-akan (yang dilakukan Israel) biasa saja," ujarnya.

KH Muhyiddin menyampaikan, pihaknya berharap OKI mengambil inisiatif dan berani mengajukan Israel ke Mahkamah Internasional. Namun, sayang, sebagian negara OKI tidak berani menekan Israel atau membawa Israel ke Mahkamah Internasional.

Berdasarkan beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB, pemukiman Israel di wilayah pendudukan Palestina adalah ilegal di mata hukum internasional. Pemukiman itu melanggar Konvensi Jenewa Keempat yang melarang kekuatan pendudukan untuk mengirimkan populasi ke wilayah yang diduduki. Karena itulah, langkah AS mendukung permukiman tersebut yang diumumkan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo pada Selasa (19/11) lalu tidak memiliki dasar hukum.

Direktur Human Rights Watch (HRW) untuk Israel dan Palestina Omar Shakir mengatakan, pemerintahan Presiden AS Donald Trump tidak bisa menyingkirkan begitu saja hukum internasional yang sudah mapan puluhan tahun. "Ada konsensus di luar pemerintahan Israel dan di luar pemerintah Trump bahwa pemukiman itu ilegal. Tidak kontroversial untuk mengatakan pemukiman itu ilegal seperti mengatakan penyiksaan itu ilegal, itu hitam-putih hukum internasional," kata Shakir dalam acara "The Arena" yang disiarkan stasiun televis Aljazirah, Ahad (24/11).

Pengumuman Pompeo itu menarik berbagai perhatian. PBB dan Uni Eropa sudah menyatakan mereka masih menilai pemukiman tersebut ilegal. Selain tanggapan dari luar negari, keputusan AS ini juga telah berdampak di dalam permukiman itu sendiri.

Pada Jumat (22/11) warga Israel yang tinggal di permukiman itu menyerang lima desa di wilayah yang diduduki di Tepi Barat. Mereka membakar kendaraan dan pohon zaitun. Mereka juga meninggalkan tulisan di dinding-dinding rumah.

Juru bicara kantor pemerintahan Nablus, Ghassan Daghlas, mengatakan, orang-orang Yahudi membakar lima mobil dan membuat grafiti di dua tempat. Penduduk desa menyebarkan foto-foto kerusakan di media sosial. Polisi Israel menyatakan mereka akan menyelidiki laporan ini. Polisi dan unit militer akan mengunjungi wilayah yang diserang.

Ratusan ribu orang Yahudi tinggal di Tepi Barat. Wilayah ini diduduki oleh Israel pada tahun 1967 dalam perang Timur Tengah. Palestina mengklaim Tepi Barat bagian dari negara mereka nantinya.

Para pemukim garis keras dikenal sering melakukan serangan price tag atau arvut hadadit untuk merespons serangan milisi Palestina atau melemahnya upaya otoritas Israel untuk perluasan permukiman tersebut. Serangan biasanya berbentuk vandalisme ke permukiman Palestina. N lintar satria/fuji e permana/ap, ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement