Selasa 26 Nov 2019 20:30 WIB

Menteri Irak Diselidiki Atas Kasus Kejahatan Kemanusiaan

Jaksa Swedida sedang menyelidiki menteri di Irak atas kasus kejahatan kemanusiaan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Pengunjuk rasa Irak membawa bendera nasional Irak ketika mereka berkumpul di sebuah kompleks parkir di dekat alun-alun Al Khilani, di pusat kota Baghdad, Irak.
Foto: EPA-EFE/Murtaja Lateef
Pengunjuk rasa Irak membawa bendera nasional Irak ketika mereka berkumpul di sebuah kompleks parkir di dekat alun-alun Al Khilani, di pusat kota Baghdad, Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Jaksa Swedia dilaporkan sedang melakukan penyelidikan terhadap seorang menteri di pemerintahan Irak karena kasus kejahatan terhadap kemanusiaan. Dia diduga adalah Menteri Pertahanan Irak Najah al-Shammari.

Dilaporkan laman Al Araby Senin (25/11), badan jaksa penuntut Swedia mengatakan telah menerima laporan tentang adanya seorang menteri Irak yang diduga telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Investigasi awal terhadap yang bersangkutan sedang dilakukan.

Baca Juga

Badan jaksa penuntut Swedia belum merilis identitas menteri terkait. Akan tetapi beberapa media Swedia menyebut yang sedang diselidiki adalah Najah al-Shammari yang kini menjabat sebagai menteri pertahanan.

Al-Shammari dianggap bertanggung jawab atas penembakan ratusan demonstran saat mereka menggelar demonstrasi selama beberapa pekan. Dia juga sedang diselidiki dalam kasus penipuan sebab al-Shammari mengklaim perumahan dan tunjangan anak dari Swedia meskipun tinggal di Irak.

Al-Shammari tiba di Swedia pada 2009 dan diberi izin tinggal permanen pada 2011. Empat tahun kemudian dia memperoleh status kewarganegaraan dari Swedia.

Aksi demonstrasi di Irak pecah pada 1 Oktober lalu. Masyarakat turun ke jalan untuk memprotes permasalahan yang mereka hadapi. Di antaranya seperti meningkatnya pengangguran, akses terhadap layanan dasar, termasuk air dan listrik yang terbatas serta masifnya praktik korupsi di tubuh pemerintahan. Mereka mendesak Adel Abdul Mahdi mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri.

Demonstrasi yang berlangsung selama sepekan menelan sekitar 150 korban jiwa. Ribuan lainnya dilaporkan mengalami luka-luka. PBB telah mengecam pasukan keamanan Irak atas banyaknya korban tewas dalam unjuk rasa di sana.

Setelah jeda hampir tiga pekan, pada akhir Oktober demonstrasi berlanjut lagi. Massa kembali turun ke jalan dan terlibat bentrok dengan aparat keamanan.

Sedikitnya 14 orang dilaporkan tewas ditembak pasukan keamanan Irak di Karbala. Sementara lebih dari 800 lainnya mengalami luka-luka.

Gubernur Karbala Nassif al-Khattabi telah membantah bahwa pasukan keamanan Irak melakukan penembakan terhadap demonstran. Menurut dia laporan tersebut termasuk video yang beredar di media sosial dibuat-buat. "Pasukan keamanan telah menahan diri sepenuhnya," ujar al-Khattabi dalam sebuah konferensi pers.

Dia justru menuding para pengunjuk rasa yang menyerang pasukan keamanan dengan bom molotov dan senjata. Hal itu menyebabkan beberapa personel terluka.

Di Baghdad, massa menentang pemberlakuan jam malam oleh pemerintah. Mereka berkumpul di Tahrir Square. Ada pula puluhan demonstran yang berusaha menyeberangi jembatan yang mengarah ke Zona Hijau, yakni tempat gedung-gedung pemerintah berada. "Tidak untuk jam malam, kami akan tetap di sini. Jam malam adalah salah satu permainan kotor mereka (pemerintah)," ujar salah seorang pengunjuk rasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement