Rabu 27 Nov 2019 14:45 WIB

Pinera Minta Bantuan Militer Turun ke Jalanan Cile

Presiden Cile Sebastian Pinera meminta agar pasukan keamanan turun ke jalan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Presiden Cile Sebastian Pinera.
Foto: REUTERS/Rodrigo Garrido
Presiden Cile Sebastian Pinera.

REPUBLIKA.CO.ID, SANTIAGO -- Presiden Cile Sebastian Pinera meminta persetujuan anggota parlemen untuk melibatkan pasukan keamanan turun ke jalan, Selasa (26/11). Permohonan izin ini beralasan sebagai upaya menjaga keamanan infrastruktur publik.

Pinera mengirimkan pengajuan tersebut ke Kongres untuk memungkinkan militer melindungi saluran transmisi, pembangkit listrik, bandara, rumah sakit, dan infrastruktur publik lainnya. Mengerahkan militer dianggap akan menjamin layanan dasar tetap berjalan. "Membebaskan pasukan polisi untuk melindungi keamanan warga negara kita," kata Pinera dilansir Reuters.

Baca Juga

Permintaan ini datang tidak lama setelah kelompok hak asasi manusia internasional Human Rights Watch merilis laporan. Dalam penyataan itu, polisi telah secara brutal memukuli pengunjuk rasa, menembak langsung gas air mata, dan menabrak beberapa dengan kendaraan resmi atau sepeda motor.

"Ada ratusan laporan yang mengkhawatirkan tentang kekuatan berlebihan di jalan-jalan dan penyalahgunaan tahanan,” kata direktur divisi Amerika Human Rights Watch José Miguel Vivanco, setelah bertemu dengan Pinera pada Selasa.

Kelompok itu menyatakan pelanggaran yang dilakukan sistematis. Kesimpulannya sejalan dengan laporan pekan lalu yang dikeluarkan oleh Amnesty International tentang keseriusan banyak pelanggaran. Lebih dari 200 warga Cile menderita luka mata yang parah dalam bentrokan dengan polisi yang menggunakan peluru karet.

Human Rights Watch dan Amnesty International telah merekomendasikan perombakan langsung protokol polisi. Meminta lembaga keamanan itu melakukan langkah-langkah pertanggungjawaban untuk mengatasi meningkatnya tuduhan kekerasan.

Human Rights Watch mengatakan pejabat senior kepolisian harus memberi tahu para bawahannya tentang potensi risiko tinggi dengan menembakkan peluru karet dalam situasi pengendalian massa. "Komandan polisi tampaknya tidak menyampaikan risiko itu pada pangkat dan arsip," ujar pernyataan lembaga kemanusiaan itu.

Petugas keamanan menyatakan peluru karet tidak bisa menembus pakaian bahkan dalam jarak dekat. Risiko menyebabkan cedera mata serius sebagai tuduhan yang tidak mungkin terjadi.

Pejabat polisi dan militer mengatakan setiap kasus dugaan kekerasan sedang diselidiki oleh pengadilan sipil. Jaksa mengatakan sedang mempelajari 2.670 pengaduan kekerasan oleh pasukan keamanan, 2.052 di antaranya terhadap polisi, Selasa.

Pemerintah Cile mengatakan telah meminta Direktur Jenderal Polisi Mario Rozas untuk menyusun laporan yang membahas klaim petugasnya tidak mengikuti protokol tentang penggunaan kekuatan. "Laporan ini harus menyertakan proposal dengan langkah-langkah perbaikan dan harus disampaikan dalam satu pekan," kata Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Kementerian Dalam Negeri Lorena Recabarren.

Protes yang berkelanjutan di Cile terjadi karena ketidaksetaraan dan layanan sosial yang tambal sulam. Selama demonstrasi terjadi, sedikitnya 26 orang meninggal dunia dan lebih dari 13 ribu polisi dan warga sipil terluka. Mereka juga kesulitan dengan sistem transportasi umum ibukota yang tertahan dan menyebabkan miliaran kerugian bagi bisnis swasta.

Kerusuhan telah meletus di beberapa negara Amerika Latin, termasuk Kolombia, Ekuador, dan Bolivia. Dalam beberapa pekan terakhir kerusuhan regional meningkat menjadi kekerasan dan tuntutan untuk reformasi terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement