Rabu 27 Nov 2019 20:18 WIB

Presiden Komisi Eropa Janji Lawan Perubahan Iklim

Presiden Komisi Eropa yang baru terpilih berjanji lawan perubahan iklim

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Perubahan iklim (Ilustrasi)
Foto: PxHere
Perubahan iklim (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Presiden Komisi Eropa yang baru terpilih, Ursula Von der Leyen, berjanji akan melawan ancaman perubahan iklim. Isu tersebut akan menjadi salah satu perhatiannya saat resmi menjabat pada 1 Desember mendatang.

"Kita tidak punya waktu untuk membuang-buang waktu lagi dalam memerangi perubahan iklim. Itu akan membutuhkan investasi besar-besaran," ujar Von der Leyen pada Rabu (27/11).

Baca Juga

Menurut mantan menteri pertahanan Jerman itu, inisiatif hijau harus inklusif. Hal tersebut merupakan suatu isyarat bagi negara-negara anggota Uni Eropa seperti Polandia yang masih mengandalkan batu bara untuk pekerjaan, energi, dan pertumbuhan.

Ia mengatakan setiap kesepakatan perdagangan Uni Eropa terbaru akan mencakup klausul untuk melindungi lingkungan. Bank Investasi Eropa akan menjadi bank transisi iklim Uni Eropa.

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan tingkat gas rumah kaca di atmosfer mencapai rekor tertinggi pada 2018. Mereka menyerukan tindakan cepat untuk melindungi kesejahteraan umat manusia pada masa mendatang.

Konsentrasi karbon dioksida (CO2) pada 2018 tercatat mencapai 407,8 parts per million (ppm). Angka itu melonjak dibandingkan pada 2017 yakni 405,5 ppm. Peningkatan itu tepat di atas kenaikan rata-rata tahunan 2,06 ppm selama dekade terakhir.

"Tidak ada tanda-tanda perlambatan, apalagi penurunan, dalam konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer terlepas dari semua komitmen di bawah Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim," kata Kepala WMO Petteri Taalas dalam sebuah pernyataan pada Senin (25/11) dikutip Aljazirah.

Konsentrasi dua gas rumah kaca lainnya, yakni metana dan dinitrogen oksida, juga mencapai rekor tertinggi pada 2018. "Tren jangka panjang yang berkelanjutan ini akan dihadapkan dengan dampak perubahan iklim yang semakin parah, termasuk kenaikan suhu, cuaca yang lebih ekstrem, tekanan air, kenaikan permukaan laut, dan gangguan ekosistem laut serta darat," kata Taalas.

Dia memperingatkan terakhir kali bumi mengalami konsentrasi karbon dioksida yang sebanding adalah pada tiga hingga lima juta tahun lalu. "Saat itu suhu 2 hingga 3 derajat celcius lebih hangat dan permukaan laut 10-20 meter lebih tinggi dari sekarang," ujarnya dikutip laman the Guardian.

Para ilmuwan dunia menghitung bahwa emisi harus turun hingga setengahnya pada 2030. Tujuannya agar memberi peluang yang baik guna membatasi pemanasan global menjadi 1,5 derajat celcius. Di luar itu, ratusan juta manusia akan menderita lebih banyak gelombang panas, kekeringan, banjir, dan kemiskinan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement