Kamis 28 Nov 2019 02:10 WIB

Diplomat ini Sarankan India Ikuti Pola Israel untuk Kashmir

Diplomat India Sandeep Chakravorty menyebut budaya asli Khasmir adalah hindu

 Warga mengibarkan bendera Kashmir dalam unjuk rasa memperingati Hari Pertahanan Pakistan di Quetta, Pakistan, Jumat (6/9).
Foto: AP
Warga mengibarkan bendera Kashmir dalam unjuk rasa memperingati Hari Pertahanan Pakistan di Quetta, Pakistan, Jumat (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Diplomat senior India memicu kontroversi dalam pernyataannya soal Jammu dan Kashmir. Dia menyerukan untuk mengadopsi "model Israel" di Kashmir yang dikelola India, di mana hingga kini masih berada didekapan militer dan pembatasan internet.

Dilansir dari Aljazirah, sebuah video berdurasi satu jam menunjukkan pidato diplomat Konsul Jenderal India di New York, Sandeep Chakravorty yang beredar luas di media sosial. Dia berbicara dengan sekelompok orang Hindu Kashmir yang dikenal sebagai Pandits di sebuah acara pribadi di Amerika Serikat (AS) pekan lalu.

Baca Juga

"Saya yakin situasi keamanan akan membaik, dan akan memungkinkan para pengungsi untuk kembali, dan dalam hidup Anda, Anda dapat kembali dan Anda akan menemukan keamanan, karena kita sudah memiliki model di dunia," kata Chakravorty. Pernyataan itu merujuk pada eksodus puluhan ribu umat Hindu Kashmir pada tahun 1989 setelah pemberontakan bersenjata melawan pemerintah India dimulai di wilayah Himalaya.

"Saya tidak tahu mengapa kita tidak mengikutinya. Itu telah terjadi di Timur Tengah. Jika orang Israel bisa melakukannya, kita juga bisa melakukannya," katanya dikutip Aljazirah, Rabu (27/11). Menurutnya kepemimpinan India saat ini bertekad untuk melakukan itu.

Dalam pidatonya di video, diplomat India itu juga mengatakan bahwa Israel menjaga budaya mereka tetap hidup selama 2.000 tahun di luar tanah mereka. Kemudian kembali, merujuk pada pembentukan Israel pada tahun 1948.

Kendati demikian, pernyataan Chakravorty bertentangan dengan posisi resmi India yang menganggap pendudukan Israel atas wilayah Palestina ilegal. India secara historis mendukung gerakan Palestina.

"Saya pikir kita semua harus menjaga budaya Kashmir tetap hidup. Budaya Kashmir adalah budaya India. Ini adalah budaya Hindu," kata Chakravorty.

Profesor antropologi di Universitas Syracuse (AS), Mona Bhan menilai video yang beredar sangat berbahaya. Menurutnya, Chakravorty mencoba untuk menciptakan kembali rumah yang indah untuk Pandit Kashmir berdasarkan pengecualian yang buruk dan kejam. Bhan, yang merupakan seorang Pandit Kashmir, mengatakan narasi tentang penderitaan komunitasnya telah diperintahkan sebagai pembenaran untuk pencabutan Pasal 370 dan 35A.

"Sayangnya itu berarti bahwa jika Pandit kembali, mereka akan kembali sebagai pemukim. Tidak ada pembenaran untuk pengembalian etnis yang tidak menegaskan dan mengakui budaya plural dan sejarah Kashmir," kata Bhan.

Chakravorty berbicara pada sebuah pertemuan pribadi yang sebagian besar umat Hindu Kashmir yang berkumpul di New York untuk bertemu dengan pembuat film Bollywood Vivek Ranjan Agnihotri yang juga merupakan pendukung terkenal Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa di India. 

Dalam pidatonya, Agnihotri mengatakan, dia tengah mencari bantuan dari diaspora India untuk sebuah film tentang eksodus orang-orang Hindu Kashmir 1989 dari lembah Kashmir yang dia rencanakan untuk dibuat.

"Kami sangat mengutuk perspektif konsulat Jenderal #Indian, tetapi kami tidak terkejut dengan perspektif yang kurang ajar ini. Kami telah mengetahui selama ini bahwa niat negara India adalah PERUBAHAN DEMOGRAFIS di #Kashmir," cicit kelompok Kashmir di AS, StandWithKashmir.

"Apa yang terjadi di #Israel bukanlah model untuk dicontoh, tapi itu adalah apartheid. Jangan biarkan India melakukan apa yang #Kashmir lakukan terhadap #Palestine," cicit kelompok feminis, CodePink.

Sementara itu, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan berbagi artikel Middle East Eye di Twitter. Menurutnya, pandangan Chakravorty mencerminkan pola pikir fasis pemerintah India. 

"Menunjukkan pola pikir fasis dari ideologi Rashtriya Swayamsevak Sangh (RRS) pemerintah India yang telah melanjutkan pengepungan IOJK selama lebih dari 100 hari, membuat Kashmir melakukan pelanggaran terburuk hak asasi manusia, sementara negara-negara kuat tetap diam karena kepentingan perdagangan mereka," ujar Khan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement