REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis mempertimbangkan menjalankan mekanisme kesepakatan nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) untuk mengarah pada sanksi PBB. Ini mengingat Teheran berulang kali melanggar bagian dari perjanjian tahun 2015 dengan kekuatan dunia itu.
"Setiap dua bulan, ada langkah lain dalam kesepakatan oleh Iran di titik di mana hari ini kita bertanya kepada diri sendiri dan saya katakan ini jelas, soal penerapan mekanisme penyelesaian sengketa yang ada dalam kesepakatan," ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian seperti dikutip Al Arabiya, Kamis (28/11).
Komentar Menlu muncul di tengah meningkatnya gesekan antara Iran dan Barat. Teheran sedikit demi sedikit melanggar kesepakatan JCPOA dalam menanggapi penarikan Washington dari perjanjian dan sanksi baru.
Inggris, Prancis, dan Jerman berupaya menyelamatkan pakta tersebut. Iran berupaya mengurangi program pengayaan uraniumnya dengan imbalan bantuan dari sanksi yang melumpuhkan ekonominya sendiri sejak Amerika Serikat (AS) mundur tahun lalu.
Kendati demikian tiga kekuatan Eropa itu gagal meperbaiki perdagangan dan dividen investasi yang dijanjikan kepada Iran berdasarkan kesepakatan, sebab mereka tidak dapat melindungi Teheran dari pembaharauan sanksi AS.
Hal itu mendorong Iran untuk mengingkari langkah demi langkah komitmen nonpoliferasi di bawah kesepakatan. Hingga saat ini kekuatan-kekuatan Eropa telah memilih untuk menahan diri tidak memicu mekanisme tersebut sebab khawatir hal itu dapat menghambat upaya diplomatik, terutama oleh Prancis yang meredakan ketegangan.
Pihak-pihak yang tersisa dalam kesepakatan itu bertemu di Wina pada 6 Desember mendatang untuk membahas langkah terbaru. Mekanisme ini melibatkan pihak yang merujuk sengketa ke Komisi Bersama yang terdiri dari Iran, Rusia, China, tiga kekuatan Eropa, dan Uni Eropa. Kemudian ke Dewan Keamanan PBB jika komisi itu tidak dapat menyelesaikannya.
Jika Dewan Keamanan tidak memberikan suara dalam waktu 30 hari untuk melanjutkan pemberian sanksi, sanksi yang diberlakukan berdasarkan resolusi PBB sebelumnya akan diberlakukan kembali. Langkah itu dikenal sebagai snapback.
"Kami telah mencoba beberapa inisiatif yang mundur karena kami memiliki (warga) Prancis dipenjara (di Iran). Kami telah menetapkan bahwa serangan regional, terutama di Arab Saudi, dari pihak berwenang Iran telah dilakukan," kata Menlu Prancis.
Le Drian menilai meluasnya demonstrasi di Iran dan tanggapan pihak berwenang juga menghambat upaya untuk membujuk AS mengurangi ketegangan. "Tampaknya untuk membuktikan mereka (AS) benar dalam logika tekanan maksimum mereka, mengingat perilaku Pemimpin Tertinggi dan Presiden Hassan Rouhani terhadap para demonstran," kata dia.